Hukum Perayaan Maulid Nabi


Perselisihan yang terjadi seputar hukum Maulid dapat dirangkum dalam tiga pendapat. Pertama, boleh merayakan Maulid dengan syarat tidak boleh terdapat kemungkaran padanya. Kedua, hukumnya makruh dibenci, bukan boleh bukan pula haram. Ketiga, hukumnya haram.

Dan pendapat yang benar adalah keharaman perayaan Maulid berdasarkan tiga dalil utama.

Dalil pertama, peringatan hari Maulid adalah peringatan baru yang pada dasarnya tak sekalipun dirayakan pada generasi sahabat Rasulullah, tidak pula generasi setelah mereka bahkan generasi setelahnya, berlalu generasi-generasi terbaik umat ini tanpa sekalipun diselenggarakan padanya perayaan Maulid Nabi.

Lantas, jika perayaan ini adalah hal baru, layaklah dia disebut sebagai bid’ah, dan tentunya seluruh perkara bid’ah adalah sesat, sebagaimana tercantum dalam wasiat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Dalil kedua, bahwa para pakar bidang ini telah berselisih pendapat dalam penentuan hari kelahiran Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam dalam beberapa pendapat berikut.

1. Tanggal 8 Rabi’ul Awwal
2. Tanggal 10 Rabi’ul Awwal
3. Tanggal 12 Rabi’ul Awwal
4. Tanggal 18 Rabi’ul Awwal
5. Bahkan sebagian mereka beranggapan bahwa Nabi sama sekali tidak dilahirkan pada Rabi’ul Awwal, melainkan di bulan Rajab.

Perselisihan yang begitu beragam ini tentu sangat mempersulit untuk menjadikan 12 Rabi’ul Awwal sebagai hari kelahiran Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam, sebab para pakar sendiri tidak sepakat untuk menetapkan satu tanggal tertentu untuk kelahirannya.

Walaupun dahulu seorang penguasa daerah Arbil pernah kala itu berusaha untuk memecahkan problem ketidakpastian tanggal kelahiran ini, dengan tetap menyelenggarakanya di tanggal yang berbeda-beda di tiap tahunnya, sesekali pada tanggal 8, dan sesekali pada tanggal 12. 

Sekalipun itu tidaklah memecahkan masalah karena pendapat yang dikemukakan oleh para pakar lebih beragam dari itu semua, maka—andai hal itu diperkenankan—mestinya perayaan tersebut dirayakan di seluruh tanggal yang diperselisihkan.

Maka tentunya peringatan ini adalah perkara batil tanpa keraguan sedikit pun padanya, karna Nabi hanya dilahirkan sekali, apakah pada tanggal delapan, atau sepuluh, atau dua belas, atau pendapat lainnya, sangat tidak mungkin Rasulullah dilahirkan pada tanggal yang berbeda-beda.

Dalil ketiga, adalah sebuah poin yang disepakati oleh pakar ilmu bidang ini bahwa wafatnya Nabi adalah pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal, maka jikalah memang hari itu untuk mengenang beliau, semestinya memperingatinya dengan kesedihan karena wafatnya beliau tentu lebih utama untuk diingat dibandingkan merayakan kegembiraan padanya, karena hari kelahiran yang dijadikan momen kebahagiaan itu sejatinya telah terjadi perselisihan pendapat tentangnya. 

Adapun wafatnya beliau maka telah dipastikan bahwa peristiwa itu terjadi pada 12 Rabi’ul Awwal, dan andaipun harus diperingati hari tersebut, maka sepantasnya dirayakan dalam dua versi, diawali dengan kebahagiaan karena kemungkinan itu adalah hari kelahiran beliau lalu dilanjutkan dengan peringatan kesedihan karena dipastikan itu adalah hari wafatnya.

Tapi sayangnya segalanya adalah hal bid’ah yang diada-adakan, namun tidaklah mengherankan jika suatu saat kelak ada perayaan kesedihan sekaligus kebahagiaan di hari yang sama, karena demikianlah karakter bid’ah, satu bid’ah akan melahirkan bid’ah lainya dan bermula sebagai sesuatu yang kecil hingga akhirnya berubah menjadi sesuatu yang begitu besar sebagaimana yang dituturkan oleh al-Barbahari dalam kitab Syarhussunnah.

Lalu, mungkin bisa disimpulkan dari penjelasan di atas bahwa peringatan Maulid terbagi menjadi dua.

1. Peringatan dan perayaan yang mencakup hal mungkar dan haram di dalamnya, maka ini disepakati keharamannya oleh para pakar Ilmu Islam sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan al-Fakihani dalam karyanya berjudul al-Maurid.

2. Peringatan Maulid yang hanya dirayakan dengan makan minum dan berdzikir, maka inilah yang telah disebutkan perselisihan tentangnya dalam penjelasan sebelumnya, sebahagian menganggap keharamannya, ada juga yang membolehkan, ada juga yang menganggapnya makruh.

Dan pendapat yang benar adalah bahwa peringatan Maulid adalah sesuatu yang diharamkan bagaimanapun bentuknya.

Lalu, jika peringatan kelahiran seperti ini ternyata diharamkan untuk merayakan kelahiran Rasulullah, maka terlebih lagi perayaan hari kelahiran untuk selain beliau, seluruh peringatan hari kelahiran adalah hal yang batil dan diharamkan, tiada beda antara Maulid untuk para wali-wali seperti Maulid untuk al-Badawi, atau Maulid Sayyidah Nafisah, atau Maulidnya al-Husain dan peringatan hari kelahiran lainnya yang dilakukan oleh kebanyakan kaum muslimin, seluruhnya adalah perkara yang sama sekali tidak dibenarkan.

Washallallahu ala Nabiyyina Muhammad, wa ala aalihi wa shahbihi wasallam.

Dialihbahasakan oleh: Ustadz Iqbal Abu Hisyam, beserta penyesuaian dari pelajaran Doktor Sholih al-Ushaimi (anggota Dewan Ulama Senior Arab Saudi sekaligus pengajar di Masjid al-Haram dan Masjid Nabawi).
Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

No comments :


[akhlaq dan nasehat][bleft]
[Fiqih][bleft]

Masjidil Haram Terkini

Masjid Nabawi Terkini