Buah Keimanan terhadap Hari Akhir
Kepercayaan akan adanya hari akhir dan berbagai peristiwanya, mendapat perhatian yang besar dalam Agama Islam, bahkan Allah menjadikannya sebagai satu dari 6 rukun iman yang wajib diimani. Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ ketika ditanya tentang iman, beliau menjawab:
أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ
الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ
Artinya: “Engkau beriman kepada Allah, para
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, dan kepada hari akhir, serta
beriman terhadap takdir baik dan takdir buruk." [HR. Muslim No. 9].
Di samping sebagai sebuah kewajiban, keimanan akan hari akhir memiliki
beragam manfaat yang sangat besar dalam perjalanan hidup seorang muslim, di antara
buah dari keimanan akan hari akhir adalah sebagai berikut:
1.
Semangat
Memperbanyak Amal Sholeh
Kekokohan pondasi iman dalam hati seorang mukmin akan hari akhirat dan
peradilannya di hadapan Allah, kelak membuat ia mendambakan kesuksesan pada
hari tersebut dan berusaha sekuat tenaga agar tidak menjadi orang yang
menderita dalam padanya, dan hal itu akan terwujudkan dengan memperbanyak amal
shalih, Allah ﷻ berfirman:
فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ
فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحاً وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدا
ً
Artinya: “Dan siapa saja yang
mengharap perjumpaan dengan Allah kelak maka hendaknya dia beramal kebaikan dan tidak berbuat kesyirikan
sedikitpun dalam beribadah kepada Rabbnya.” (QS.Al-Kahfi:110)
Karena kesuksesan hanyalah untuk mereka yang berat amal shalihnya, sebagaimana
firman-Nya:
فَأَمَّا مَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَاضِيَةٍ
وَأَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُمُّهُ هَاوِيَةٌ وَمَا أَدْرَاكَ مَا
هِيَهْ نَارٌ حَامِيَةٌ
Artinya: “Adapun mereka yang berat
timbangan (kebaikan) nya maka mereka berada pada kehidupan yang menyenangkan,
dan siapa yang ringan timbangan (kebaikan) nya maka tempat kembalinya adalah
neraka hawiyah, dan tahukah anda apakah hawiyah itu? dia adalah api yang amat
sangat panas”. (QS. Al-Qari’ah: 6-11).
2.
Punya perhatian besar
terhadap keikhlasan dan sunnah rasullullah dalam beramal.
Selain menjadi motivasi untuk memperhatikan kuantitas amal shalih,
keimanan akan hari akhir juga menjadi pendorong untuk memperhatikan masalah
kualitas amal tersebut yang dipengaruhi oleh dua faktor inti, yaitu keikhlasan
dan kecocokanya dengan sunnah Rasulullah ﷺ.
Kesyirikan (besar
atau kecil), yang tersusupi dalam peribadatan akan mencoreng nilai keikhlasan
amal tersebut bahkan membuat nilai amalanya nihil dan tak bisa memberatkan
timbangan kebaikannya di hadapan Allah, Allah ﷻ berfirman:
وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُم مَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Artinya: “Jika mereka berbuat
kesyirikan niscaya akan terhapus amalan yang telah mereka lakukan”. (QS.
Al-An’am: 88).
Sebagaimana, ia khawatir amalannya tak bernilai di sisi Allah, karena
keluarnya ia dari metode yang telah digariskan oleh Rasulullah ﷺ dalam ibadah yang
ia kerjakan, Rasulullah ﷺ bersabda dalam sebuah
hadis yang masyhur:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً ليسَ
عليه أمرُنا هذا فهو رَدٌّ
Artinya: “Barang siapa
beramal sebuah amalan (peribadatan) yang tidak kami perintahkan maka amalannya
tertolak." [HR. Muslim No.1718].
3.
Tak mudah tertipu
dengan gemerlap dunia dan mampu bersikap zuhud terhadapnya.
Seorang hamba yang hatinya yakin untuk menjadikan akhirat tempat
mukimnya yang abadi, tentunya akan sadar bahwa keindahan yang sekarang ada di hadapannya
di dunia ini, bukanlah sesuatu yang kekal bersamanya. Maka ia tidak akan ingin
mati-matian untuk meraihnya, tidak sedih ketika tidak mendapatkan bangkai-bangkainya,
dan juga tidak silau dengan limpahan harta yang terkadang Allah berikan pada
sebagian hamba yang lainnya.
Menumbuhkan sifat qana’ah pada
dirinya, mencari dunia sekedar kebutuhannya, merasa puas dengan sekecil apapun
kadar dunia yang Allah tentukan untuknya, karena ia sadar bumi yang ia pijak
ini hanyalah persinggahan sementara, semampunya ia jadikan bongkahan dunia yang
ada dalam genggamannya menjadi sebab kesuksesannya di hari akhirat kelak, Allah
berfirman:
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ
الآخِرَةَ
Artinya: “Dan
raihlah dari apa yang Allah telah karuniakan padamu dari negeri akhirat”.
(QS. Al-Qashash: 77).
Wahb Bin Munabbih, seorang ulama tabi’in
pernah memberikan wasiat kepada Atho’ Al-Khurasani:
يا عطاء ان كنت يغنيك ما يكفيك فان أدنى ما في الدنيا يكفيك ، وإن كان لا
يغنيك ما يكفيك فليس في الدنيا شيء يكفيك
“Wahai Atho’, jika kamu mampu merasa puas dengan sesuatu yang
mencukupimu maka sekecil apa pun kadar dunia yang kau raih, maka akan terasa
cukup bagimu, namun jika kau tak mampu merasa puas dengan kadar yang sebenarnya
mencukupimu maka sungguh tak ada apa pun di dunia ini yang akan terasa cukup
bagimu”. (Hilyatul Auliya’: 34).
4.
Membantu seseorang
agar lebih bersabar atas ujian dalam menjalankan agama.
Yakinnya seseorang akan adanya hari akhir yang padanya Allah akan
memberi ganjaran dan balasan untuk setiap jerih payah yang ia korbankan dalam
menjalankan agama Allah dan berpegang di atas sunnah rasulnya di tengah
gelombang fitnah, memberikan kekuatan tersendiri dalam perjuangannya di atas
muka bumi ini, dan membuatnya tidak berkeluh kesah atas penat yang ia rasakan
dalam proses perjalanannya. Karena ada hal indah yang sedang ia nanti di sisi
Allah kelak, Allah berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ إِنَّا لا نُضِيعُ أَجْرَ مَنْ أَحْسَنَ عَمَلا
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang
yang beriman dan melakukan amal kebaikan kami sungguh tak akan menyia-nyiakan
pahala orang yang baik amalanya”. (QS. Al-Kahfi: 30).
Menjalankan agama adalah perjuangan, bukan perjuangan namanya jika tanpa
pengorbanan, muslim berjuang untuk agamanya sebagai mana kafir juga berjuang
untuk agama mereka, dalam proses perjuangan ini kita dan mereka yang kafir
sama-sama kehilangan, kita dan mereka sama-sama merasakan lelah, kita dan mereka
sama-sama terluka, merugi dan sebagainya. Namun bedanya, kita sebagai muslim punya impian
pasti di balik perjuangannya sedangkan orang kafir tak berhak mengharapkan
impian tersebut.
Allah berfirman :
إن تَكُونُوا تَاًلَمُونَ
فَإنَّهُمْ يَاًلَمُونَ كََمَا تَاًلَمُونَ وَتَرْجُونَ مِنَ اللَّهِ مَا لا
يَرْجُونَ
Artinya: “Jika kalian merasakan kepedihan
maka sesungguhnya orang-orang kafir tersebut juga mengalami kepedihan seperti
yang kalian rasakan, namun kalian mengharapkan sesuatu yang mereka tak berhak
mengharapkannya.” (QS. An-Nisa’:104).
5. Menghindari tindakan menzalimi orang lain
Iman akan hari akhir juga membuat seorang muslim jauh dari segala bentuk
tindakan yang menzalimi orang lain, karna pada hari tersebut setiap tindakan
kezaliman pasti akan dipertanggungjawabkan, setiap hak pasti akan dikembalikan
pada pemiliknya, Rasulullah ﷺ bersabda:
لَتُؤَدُّنَّ الْحُقُوقَ
إِلَى أَهْلِهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُقَادَ لِلشَّاةِ الْجَلْحَاءِ مِنْ
الشَّاةِ الْقَرْنَاءِ
Artinya: “Sungguh setiap hak pasti
akan dikembalikan kepada pemiliknya di hari kiamat kelak bahkan kambing yang
tak bertanduk pun akan mendapatkan hak qishashnya dari yang bertanduk.
[HR.Muslim No. 2582].
Karena kezaliman
akan menyebabkan kebangkrutan bagi pelakunya sebagaimana sabdanya ﷺ:
إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ
أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي
قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا
وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ
فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ
فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ
Artinya: “Sesungguhnya orang bangkrut di kalangan umatku merekalah yang
datang di hari kiamat kelak dengan pahala shalat, puasa, zakat, namun mereka
dulunya (semasa di dunia), pernah mencela orang ini, menuduh ini, dan memakan
harta ini, menumpahkan darah ini, pernah memukul ini, maka pahalanya tersebut
dibagi-bagikan kepada para korban kezalimannya (sebagai bentuk kompensasi atas kezalimannya), jika telah
habis nilai pahalanya, namun belum terselesaikan tanggungannya, maka keburukan
para korban akan dibebankan padanya dan akhirnya ia dilemparkan ke neraka”. [HR.
Muslim No. 2581].
Sekian, dan masih banyak lagi efek positif lainnya yang merupakan buah
dari keimanan akan hari akhirat, dan kunci utama untuk mengenal semuanya adalah
dengan mendalami ilmu agama, membaca, berguru, dan menghadiri majelis-majelis
ilmu, semoga Allah mudahkan kita
untuk terus menimba ilmu agama dengan berbagai sarana yang kita mampui, Allah
berfirman:
هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ
وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ ۗ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ
Artinya: “Apakah sama antara orang yang memiliki
pengetahuan dan mereka yang tak memiliki pengetahuan?, sesungguhnya hanya orang
yang berakalah yang mampu mengambil pelajaran.” (QS. Az-Zumar: 9).
Semoga apa yang dimuat di atas bisa memberikan kebaikan pada penulis dan
pembaca sekalian, wallahu a’lam bis
showab.
[Disusun oleh
Al-Ustadz Iqbal –hafizhahullah-,
Pengajar di Ma`had As-Sunnah Aceh].
Post A Comment
No comments :