Ziarah Kubur Bagi Wanita, Bolehkah?



Ziarah kubur bagi wanita, adalah salah satu dari sekian permasalahan fikih yang diperselisihkan hukumnya oleh para ulama, dan mungkin untuk merangkum beberapa pendapat itu sebagaimana berikut:

1. Boleh bagi wanita menziarahi kubur tanpa ada unsur makruh sedikit pun, ini adalah mazhab mayoritas ulama, inilah mazhab Al-Hanafiah, dan salah satu pendapat pada mazhab Al-Malikiah, dan inilah pendapat yang diakui di kalangan mazhab As-Syafi’iyah, jika dijamin terjauhkan dari fitnah. Dan ini, merupakan salah satu riwayat dalam mazhab Al-Hanabilah, begitupun ini yang dipilih oleh Ibnu Hazm dan selainnya (Raddul Muhtar 2/242, Mawahib Al-Jalil 2/237, Al-Majmu’ 5/310-311, Al-Mubdi’ 2/284, Al-Muhalla 3/388).

2. Dibenci bagi wanita untuk melakukan ziarah kubur, namun bukanlah sesuatu yang diharamkan, inilah mazhabnya As-Syafi’iyah, dan juga mazhab yang masyhur di kalangan Al-Hanabilah (Mughni Al-Muhtaj 2/57, Al-Inshaf 2/561).

3. Haram hukumnya ziarah kubur bagi wanita, ini merupakan salah satu pendapat di kalangan Al-Hanafiyah dan Al-Malikiyah, merupakan pendapat yang mengganjal dalam mazhab As-Syafi’iyah, dan salah satu pendapat yang diriwayatkan dalam mazhab Al-Hanabilah, dan pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Raddul Muhtar 2/242, Mawahibul Jalil 2/237, Al-Majmu’ 5/310, Al-Inshaf 2/562).
 

a. Dalil bagi yang mengharamkan, diantaranya:

1. Hadis Abu Hurairah: bahwa Rasulullah ﷺ melaknat para wanita “zawwaraat” yang artinya tukang ziarah kubur (Riwayat At-Tirmidzi no.1056, Ibnu Majah 1576, Ahmad 8449 dan Al-Imam menilainya sebagai hadis Hasan-Shahih)


2. Riwayat Abu Sholih Badzam dari Ibnu Abbas beliau berkata: “Rasulullah ﷺ melaknat wanita yang melakukan ziarah kubur dan yang mendirikan masjid diatasnya” (Riwayat Abu Daud 3236, Al-Baihaqi 7206).


3. Hadis yang terdapat dalam dua kitab shahih yakni shahih Al-Bukhari dan Muslim dari Ummu Athiyah Beliau berkata: "Kami (para wanita) dilarang untuk mengiringi jenazah namun bukanlah (larangan) yang ditekankan. (Al-Bukhari 1278, Muslim 938).


4. Mayoritas wanita memiliki jiwa yang lemah pada peristiwa-peristiwa kematian dan tidak kuasa mengendalikan dirinya yang membuat ia terjatuh dalam hal-hal yang diharamkan Allah ﷻ, seperti meratap bahkan sampai memukul-mukul dan yang lainnya, maka dari itu mereka dilarang untuk berziarah dalam rangka menutup celah yang menuju pada hal yang terlarang.
 

b. Dalil para ulama yang membolehkan, diantaranya:

1. Izin dan pengajaran doa oleh nabi kepada Aisyah untuk dibaca ketika ziarah kubur, Aisyah bertanya: "Apa yang aku katakan untuk mereka wahai rasulullah?, beliau menjawab: "Ucapkan pada mereka assalamu`alaikum `ala ahliddiyar minal mu’ iniin walmuslimiin, wayarhamullahulmustaqdimiina minna walmusta’khriin, wainna insya allahu bikumulllahiquun." (Riwayat Muslim no.974).

2. Hadis Anas Bin Malik beliau berkata: pada suatu hari Rasulullah ﷺ melewati seorang wanita yang sedang menangis di sisi sebuah kuburan, Rasulullah memberikan nasihat kepadanya: bertakwalah kepada Allah, dan bersabarlah, namun wanita itu menjawab: tinggalkan aku! Sungguh engkau tak mengalami musibah seperti yang telah kualami, kemudian wanita tersebut mendapat berita bahwa orang tersebut adalah Rasulullah, ia pun bergegas menuju Rasulullah dan berkata: "Aku tidak mengetahui (bahwa orang tadi adalah engkau wahai Rasulullah), Rasulullah pun berkata : "Kesabaran itu adalah ketika hentakan yang pertama". (Al-Bukhari 1283, Muslim 926).

Jelas pada hadis ini Rasulullah ﷺ membiarkan wanita yang sedang berada di sisi kuburan tersebut, dan situasi ini dianggap sebagai bentuk ikrar Nabi terhadap wanita tersebut.

Ibnu Hajar berkata: "Sisi pendalilan dari hadis ini adalah nabi tidak mengingkari duduknya wanita tersebut di sisi kuburan , dan bentuk ikrar ini adalah sebuah hujjah". (Fathul Bari 3/148).


Dalam hadis tersebut nabi hanya mengingkari tangisan berlebihan serta jeritan yang dilakukan oleh wanita itu yang merupakan perkara terlarang.
 

Ibnu Hajar juga berkata: "Berkata Al-Qurthubi: "Terlihat dari zahir hadis ini bahwa wanita tersebut melakukan tangisan yang berlebihan seperti meratap dan yang lainnya, maka nabi memrintahkannya untuk bertakwa, dan ini dikuatkan oleh sebuah riwayat mursal Yahya Bin Abi Katsir yang berbunyi “Nabi mendengar hal yang dibenci dari wanita tersebut maka beliau pun berhenti”. (Fathul Bari 3/148).

3. Para shahabiyyah, wanita terdahulu juga melakukan ziarah kubur, sebagaimana hadis Aisyah dalam riwayat Ibnu Abi Mulaikah bahwa beliau melihat Aisyah menziarahi kuburan saudaranya yang bernama Abdurrahman, kemudian ada yang bertanya: "Bukankah Nabi ﷺ telah melarang hal ini? Aisyah berkata: "Ya, dahulu ini adalah perkara terlarang kemudian kami diperintah untuk melakukannya (Al-Mustadrak 1392, Sunan Al-Baihaqi 7202).

4. Sabda Rasulullah ﷺ dahulu aku pernah melarang kalian untuk ziarah kubur, maka ziarahilah oleh kalian, Al-Imam At-Tirmidzi menyisipkan tambahan dengan sanad yang shahih, “karena ziarah kubur mengingatkan kalian hari akhirat”. (Muslim 977, At-Tirmidzi 1054). Kemudian At-Tirmidzi berkata setelah riwayat hadis tersebut : “Dan sebagian pakar ilmu berpendapat bahwa ini adalah hukum yang berlaku sebelum memberi kelonggaran dalam masalah ziarah kubur, dan ketika telah diberikan kelonggaran maka itu berlaku untuk lelaki dan wanita”.
 

c. Dalil para ulama yang menganggap makruh (dibenci) ziarah kubur bagi wanita, di antaranya:
1. Adanya kontradiksi antara dalil yang membolehkan dan yang melarang, setidaknya ini bermakna bahwa perbuatan itu dibenci.

2. Biasanya wanita mengalami jiwa yang lemah tak mampu bersabar ketika mereka ziarah kubur.

Berkata Ibnu Qudamah: “Dan mungkin jadi, (ziarah kubur) adalah sebuah hukum yang khusus untuk mereka para lelaki, dan juga mungkin saja laknat atas wanita penziarah kubur itu terjadi setelah perintah nabi untuk ziarah kepada kaum lelaki yang berarti hukumnya antara beredar antara larangan dan  pembolehan, maka setidaknya kesimpulan hukumnya adalah makruh, dan juga wanita adalah makhluk yang lemah kesabarannya, mendalam rasa sedihnya, dan ketika mereka menziarahi kubur itu memicu kesedihannya, dan memperbaharui rasa sedihnya, dan dikhawatirkan hal tersebut mendorongnya untuk melakukan hal-hal yang tidak dibenarkan". (Al-Mughni 2/254).


Yang kuat adalah pendapat jumhur ulama yang memperbolehkan ziarah kubur bagi wanita tanpa ada unsur makruh di dalamnya, dengan mendiskusikan dalil yang bertentangan sebagai berikut:

1. Hadis “Allah melaknat para wanita tukang ziarah kubur” tidak shahih dari Nabi ﷺ, yang diriwayatkan oleh Abu Sholeh Badzam. Beliau adalah perawi yang dianggap lemah oleh mayoritas pakar hadis seperi Al-Mizzy dan yang lainnya, bahkan Al-Imam Ahmad ketika ditanya tentang wanita yang menziarahi kubur: “Aku harap hal tersebut tidak mengapa -insya Allah- , Aisyah saja dahulu menziarahi kuburan saudaranya, kemudian berkata: "Akan tetapi hadis Ibnu Abbas isinya Rasulullah melaknat wanita yang menziarahi kuburan, beliau melanjutkan: "Abu Sholih ini bagaimana? Seakan beliau menganggapnya periwayat yang lemah, kemudian beliau kembali melanjutkan: "Saya harap -insya Allah- Aisyah memang telah menziarahi kuburan saudaranya, kemudian ditanyakan pada beliau: Bagaimana dengan lelaki? beliau menjawab: "Adapun lelaki maka tidak mengapa (At-Tamhid 3/234).

2. Hadis “Allah melaknat wanita zawwaraat ( yang sering ziarah) kubur, maka ini menunjukkan larangan untuk sering-sering dan berulang-ulang kali melakukan ziarah karena hal-hal mungkar dan berlebihan yang akan terjadi bersamanya, dan ancaman bagi mereka yang sering mengulang-ulang sesuatu tidak mengharuskan jatuhnya larangan pada hukum asal sebuah amalan (Hasyiatu Al-Atthar Ala Syarhi Al-Muhalla 4/280).


Namun jika kita katakan bahwa makna “sering” yang terkandung di hadis ini bukanlah sesuatu yang teranggap, maka akan datang penjelasan tentang termansuhknya (terhapusnya) hukum ini.

Larangan ziarah kubur merupakan hukum yang sudah terhapus dengan datangnya hadis shahih, “Dahulu aku melarang kalian untuk menziarahi kuburan, maka (sekarang) ziarahilah oleh kalian”, dan ini didukung dengan beberapa hal, diantaranya:

 - Aisyah secara jelas mengatakan mana hukum yang paling terbaru di antara dua hadis yang bertentangan, dan izin ini memang setelah adanya larangan, sebagaimana ditanyakan kepada beliau: "Bukankah Rasulullah ﷺ telah melrangnya?, beliau berkata : “Ya, dulunya terlarang namun kemudian kami diperintah untuk berziarah”, dan ini jelas merupakan penjelasan urutan yang terjadi antara dalil yang ada, dan bukanlah sekedar pendapat ijtihad pribadi dari Aisyah.

 - Bahwa seruan untuk lelaki (yg terdapat pada dhomir زوروها ) juga mencakup kaum wanita sebagaimana pendapat mayoritas pakar ilmu bidang ushul, kecuali datang dalil dengan redaksi yang jelas, atau tegaknya ijma’ untuk tidak menganggap kaum wanita dalam sebuah seruan syariat.

 - Sebab dibolehkannya ziarah adalah agar mengingat kematian (sebagaimana riwayat At-Tirmidzi di atas). Dan sebab ini berlaku pada pria dan juga wanita tanpa ada perbedaan sedikit pun, dan setiap hukum itu berlaku sesuai terwujud atau tidaknya sebabnya.

 - Pendapat inilah satu-satunya yang sesuai dengan kejadian antara nabi dan wanita yang sedang meratapi kuburan anaknya, dan begitu pula Rasulullah sendiri yang telah mengajarkan pada Aisyah doa ketika ziarah kubur.

Adalah keliru, menjadikan kelemahan jiwa seorang wanita sebagai sebab larangan mutlak bagi mereka untuk berziarah. Adapun kondisi yang demikian yang terjadi pada wanita, maka bisa dikatakan bahwa siapa saja yang menyadari bahwa dia adalah orang yang lemah, dan tak mampu untuk mengendalikan diri dan khawatir akan terjatuh pada hal-hal yang diharamkan oleh Allah, baik dari kalangan lekaki ataupun wanita maka tidak boleh bagi mereka untuk ziarah kubur walaupun dia seorang lelaki. Dan memang benar Rasulullah telah melarang untuk berbuat atau berkata berlebihan ketika sedang berziarah baik itu lelaki ataupun wanita, beliau bersabda: “berziarahlah, dan jangan kalian mengucapkan perkataan yang hujr”. An-Nasai 2033). Berkata Al-Munawi makna Hujr adalah "perkataan batil", dan seakan tersirat bahwa larangan tersebut terjadi karena dahulu mereka masih begitu dekat dengan masa-masa jahiliyah, mungkin saja terucap oleh mereka ucapan-ucapan jahiliyah  seperti ratapan dan hal lainnya. (At-Taisir Bisyarhi Al-jami’ As-Shaghir 2/45).

Maka pendapat yang kuat -insya Allah- adalah pendapat yang membolehkan ziarah kubur bagi para wanita tanpa ada unsur kemakruhan padanya, jika si wanita tadi tidak memiliki kekhawatiran untuk jatuh pada hal-hal yang Allah haramkan ketika berziarah, karena kemencakupan dalil-dalil yang menganjurkan ziarah kubur baik kaum lelaki maupun wanita, dan jelasnya ikrar nabi terhadap wanita yang sedang berziarah tadi, serta pengajaran Nabi kepada Aisyah doa ketika berziarah kubur.

Wallahu a’lam.

Rangkuman ini dikutip & diterjemah dari laman berikut:

https://www.fikhguide.com/tourist/historical/248




Oleh Al-Ustadz Iqbal -hafizhahullah-, pengajar Ma`had As-Sunnah Aceh
Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

No comments :


[akhlaq dan nasehat][bleft]
[Fiqih][bleft]

Masjidil Haram Terkini

Masjid Nabawi Terkini