Merawat Keamanan dan Perdamaian




Kedamaian, keamanan dan ketenteraman adalah nikmat yang betapa besar. Anugerah dari Allah subhanahu wa ta’ala yang tidak kalah penting dan besarnya dibandingkan dengan nikmat makan dan minum.

Allah ta’ala telah mengiringi nikmat ketenteraman, kedamaian dengan nikmat makan dan minum.
Allah berfirman:

الَّذِي أَطْعَمَهُم مِّن جُوعٍ وَآمَنَهُم مِّنْ خَوْفٍ
Artinya:
“(Dialah) yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan memberikan rasa aman bagi mereka dari rasa ketakutan.”

Dalam ayat suci di atas Allah ta’ala menyamakan atau membarengi nikmat kedamaian dan ketentraman dengan nikmat makan dan minum.

Karena sebanyak apa pun makanan yang kita miliki, sekalipun makanan dan minuman itu berada di sekitar kita dan mudah bagi kita memperoleh dan mengonsumsinya, tatkala nikmat keamanan, kedamaian dan ketenteraman telah tiada, maka sungguh makan dan minum akan terasa tiada artinya.

Dan ini adalah sesuatu yang kita saksikan tatkala terjadi konflik dan hilangnya kedamaian dan ketenteraman, manusia tidak mampu mencari makan, ataupun minum dan beribadah dengan tenang dan nyamannya.

Maka Allah ingatkan kita akan besarnya nikmat kedamaian, ketenteraman dan keamanan yang tidak kalah besarnya dengan nikmat makan dan minum ini.
Maka Allah menyatakan:
وإذ تأذن ربكم لئن شكرتم لأزيدنكم ولئن كفرتم  إن عذابي لشديد
Artinya:
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat (pedih)". (QS. Ibrahim: 7).

Para ulama menyebutkan, di antara azab Allah yang paling pedih mengenai nikmat, adalah dicabutnya nikmat aman tersebut. Apabila nikmat keamanan telah diingkari, maka kita tinggal menanti kelaparan dan rasa takut yang akan menimpa umat manusia.

Tentunya, kita mesti berbuat agar nikmat ini terjaga dan senantiasa lestari di tengah-tengah kita.
Allah ta’ala berfirman:
اعْمَلُوا آلَ دَاوُودَ شُكْرًا ۚ وَقَلِيلٌ مِّنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ
Artinya:
 “Berbuatlah kalian wahai keluarga Daud, untuk bersyukur.” Dan sedikit sekali dari hamba-Ku yang bersyukur”. (QS. Saba':13)

Maka sebagai bentuk syukur kita, akan nikmat kedamaian dan ketenteraman yang telah Allah anugerahkan kepada kita, ada beberapa hal yang mesti kita perbuat. Di antaranya adalah menyadari dan memahami bahwa Islam ini adalah agama yang menyuruh dan menuntut penganutnya untuk selalu mewujudkan kedamaian dan ketenteraman serta persaudaraan dengan cara menjaga hak-hak orang banyak, seperti hak berupa harta, kehormatan dan darah mereka.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pada haji wada’, yang juga merupakan memontum khutbah dan hari perpisahan beliau, di hadapan jamaah yang banyaknya sejauh mata memandang, beliau mewasiatkan beberapa pesan penting pada umatnya. Di antara pesan beliau dalam khutbah terbesar dalam sejarah Islam tersebut adalah:

"إن دمائكم وأموالكم وأعراضكم عليكم حرام كحرمة يومكم هذا في شهركم هذا و في بلدكم هذا"
Artinya:
“Ketahuilah sesungguhnya darah-darah kalian, harta-harta kalian, dan kehormatan kalian itu semuanya haram sebagaimana haramnya hari ini yaitu Hari Arafah, bulan ini yaitu Bulan Dzulhijjah dan negeri ini yaitu Makkah.” [HR. Bukhari dan Muslim]

Demikianlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebutkan, bahwa darah seorang muslim, kehormatan seorang muslim dan hartanya itu harus dijaga layaknya kita menjaga Ka’bah dan layaknya kita memuliakan bulan haji dan tanah suci di bulan yang suci.

Allah telah memberikan ancaman yang cukup keras kepada mereka yang berani menumpahkan darah seorang mukmin tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat. Allah berfirman:
وَمَن يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُّتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا
Artinya:
"Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah jahannam, ia kekal di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutuknya.Serta menyediakan azab yang besar baginya." (QS, An-Nisa': 93).

Di dalam sebuah hadis, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عِنْدَ اللهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ.

Artinya:
“Runtuhnya langit dan hancurnya bumi ini lebih baik dari pada tertumpahnya darah seorang muslim tanpa alasan syar’i.” [Shahîh. HR An-Nasâ`i (VII/82)]

Suatu hari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sedang thawaf di ka’bah dan melihatnya sembari bersabda:
“wahai ka’bah betapa mulianya engkau dan betapa harumnya engkau. Tetapi sesungguhnya kehormatan seorang muslim, itu lebih besar di hadapan Allah dari pada kehormatanmu.” [Dishahihkan Syeikh Al-Albani dalam As-Shahihah No. 3420]

Di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu `anhu, suatu ketika nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

أَتَدْرُونَ مَنِ الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ
Artinya:
“Wahai sekalian sahabat-sahabatku, tahukan kalian orang yang bangkrut atau merugi? Maka para sahabat menjawab: “wahai rasulullah, orang yang bangkrut itu menurut kami, adalah yang tidak memiliki dinar dan dirham, tidak mempunyai harta, itulah orang yang merugi.”

Rasulullah berkata:
“Bukan itu, orang yang bangkrut itu sesungguhnya ialah orang yang pada hari kiamat menghadap kepada Allah membawa ibadah yang sangat banyak, shalat, sedekah bahkan haji, tetapi dia pernah menumpahkan darah seorang mukmin, dia pernah mengambil harta seorang mukmin, terkadang harta anak yatim, dan dia pernah menodai kehormatan seorang muslim dengan cara mencaci makinya.

Maka kata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Korban darah tersebut datang mengambil pahalanya, orang yang pernah diambil hartanya datang mengambil pahalanya dan orang yang dilukai kehormatannya juga mengambil pahala dan ibadahnya. Jikalau ia tidak memiliki pahala, maka dosa-dosa si korban akan Allah kumpulkan dan ditransfer kepadanya.

“Inilah orang yang merugi yang sesungguhnya. Banyak melakukan amal baik di dunia, tapi pernah membunuh seorang muslim tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat, pernah mengambil harta orang lain tanpa alasan syar’i”. [HR. Muslim No. 2581]

Bahkan Islam telah memerintahkan kepada kita untuk menjaga darah, harta dan kehormatan orang-orang kafir selain kafir harbi. Sebagaimana dalam hadis-hadis Nabi yang shahih.

Kedua, yang harus kita perbuat dalam merealisasikan kesyukuran kita terhadap nikmat iman, adalah hendaknya kita menjaga persaudaraan kita. Jangan sampai persaudaraan yang ada di antara kita menjadi rusak hanya karena perkara dunia yang hina.

`Undang-undang` kita dalam berloyalitas adalah “rodhina billahi robba, wabil Islami diina wa bii muhammadin nabiyya”.

Allah telah menyatakan:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya:
 “Wahai sekalian manusia, Kami telah menciptakan kalian berpasang-pasangan, laki-laki dan wanita, Kami jadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian adalah orang yang paling bertakwa”. (QS. Al-Hujurat: 13)

Maka di dasar inilah kita harus menjalin persaudaraan kita.
إنما المؤمنون إخوة
"sesungguhnya kaum mukminin itu bersaudara”.

Hal ketiga, yang harus kita perbuat, hendaknya kita berikhtiar agar perdamaian dan ketenteraman ini terjaga dengan meningkatkan solidaritas dan tolong-menolong sesama kita kaum muslimin dan orang-orang non-muslim yang tinggal di negara kaum muslimin dengan jaminan kemanan dari penguasa kita. Kita harus tetap berbuat adil kepada mereka. Jangan karena kebencian kita, mendorong kita untuk tidak berbuat adil.

Sebab, Allah telah menegaskan di dalam Al-Quran:

‎. وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ ..
Artinya:
“Janganlah karena kebencian kalian terhadap suatu kaum, (mendorong) kalian untuk tidak berbuat adil. Berbuat adil-lah! karena adil itu lebih dekat dengan takwa”.(QS. Al-Maidah: 8)

Kita mengetahui, bahwa rasulullah hidup, bukan hanya di tengah-tengah kaum muslimin, namun di sana juga ada masyarakat selain kaum muslimin. Dan Rasulullah tetap mempunyai jalinan kerjasama dengan mereka. Hal ini tentu bertautan erat dengan tujuan-tujuan stabilitas dan keamanan yang hendak diwujudkan dalam teritori kekuasaan kaum muslimin. 

Semoga yang sedikit ini bermanfaat.
Baarakallahu fiykum.


[Al-Ustadz Farhan Abu Furaihan (hafidzahullah)]
Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

No comments :


[akhlaq dan nasehat][bleft]
[Fiqih][bleft]

Masjidil Haram Terkini

Masjid Nabawi Terkini