Kitab Tauhid: Mengambil Berkah dari Pepohonan, Bebatuan atau yang Selain Darinya


Kesimpulan Dars Kitab Tauhid
POSTIM, ba'da Isya, 16 Oktober 2019
Bab Sembilan: Mengambil berkah dari pepohonan, bebatuan atau yang selain darinya
Perlu diketahui pelajaran tauhid atau aqidah tidaklah cukup dengan hanya dihafal/dipahami, namun buahnya ialah keyakinan di dalam hati. Sebab seseorang yang memahami belum tentu ia meyakini, seperti kaum musyrikin mekah mereka memahami makna kalimat tauhid, namun mereka tetap ingkar dan tidak meyakininya.
Di antara kesempurnaan tauhid ialah akhlak yang mulia. Maka tidaklah seseorang itu benar dalam menuntut ilmu apabila ia hanya menghafal kemudian mengerti tanpa membuahkan keyakinan pada dirinya. Sebab Alquran atau hadis yang telah dihafal itu apabila tidak digunakan sebagai hujjah dalam berdakwah maka ia akan menjadi hujjah untuk dirinya dihadapan Allah ta'ala
Bab ini membahas tentang mengambil berkah dari pepohonan, bebatuan atau yang selain darinya. Makna dari berkah adalah banyak atau tetapnya kebaikan pada sesuatu. Berkah ada yang berupa zat dan juga berupa waktu. 
Secara zat, keberkahan terdapat pada diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun secara waktu, seperti waktu antara adzan dan iqomah, malam lailatul qodar, dan yang lainnya. Maka, di waktu-waktu tersebut terdapat keberkahan dalam berdoa. 
Batu tidak dapat memberikan keberkahan dengan zatnya, bahkan pada batu yang berasal dari surga. Hajar Aswad tidak ada kelebihan seseorang yang menciumnya kecuali karena mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dalam hadis disebutkan:
عَنْ عَابِسِ بْنِ رَبِيعَةَ قَالَ رَأَيْتُ عُمَرَ يُقَبِّلُ الْحَجَرَ وَيَقُولُ إِنِّى لأُقَبِّلُكَ وَإِنِّى أَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ وَأَنَّكَ لاَ تَضُرُّ وَلاَ تَنْفَعُ وَلَوْلاَ أَنِّى رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَبَّلَكَ مَا قَبَّلْتُكَ
Dari ‘Abis bin Robi’ah, ia berkata, 'Aku pernah melihat ‘Umar (bin al-Khottob) mencium Hajar Aswad.  Lantas ‘Umar berkata, 'Sesungguhnya aku menciummu dan aku tahu bahwa engkau adalah batu yang tidak bisa memberikan mudhorot (bahaya), tidak bisa pula mendatangkan manfaat. Seandainya bukan karena aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menciummu, maka aku tidak akan menciummu'.” (HR. Muslim No. 1270)
Dari hadis tersebut memperlihatkan bahwa Umar radhiallahu'anhu tidaklah mencium Hajar Aswad melainkan karena itu termasuk dari sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah ta'alaberfirman:
{أَفَرَأَيْتُمُ اللاتَ وَالْعُزَّى (19) وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الأخْرَى (20) أَلَكُمُ الذَّكَرُ وَلَهُ الأنْثَى (21) تِلْكَ إِذًا قِسْمَةٌ ضِيزَى (22) إِنْ هِيَ إِلا أَسْمَاءٌ سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا أَنزلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلا الظَّنَّ وَمَا تَهْوَى الأنْفُسُ وَلَقَدْ جَاءَهُمْ مِنْ رَبِّهِمُ الْهُدَى (23)}
"Maka apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap al-Lata dan al-Uzza, dan Manat yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah). Apakah (patut) untuk kamu (anak) laki-laki dan untuk Allah (anak) perempuan? Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil. Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu mengada-adakannya; Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun untuk (menyembah)nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka, dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka." (Q.S an-Najm: 19-23)
Kemudian hadis dari Abu Waqid al-Laitsi radhiyallahu’anhu, dia menceritakan: 
"Dahulu kami berangkat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menuju Hunain. Sedangkan pada saat itu kami masih baru saja keluar dari kekafiran (baru masuk Islam). Ketika itu orang-orang musyrik memiliki sebuah pohon yang mereka ber-i’tikaf di sisinya dan mereka jadikan sebagai tempat untuk menggantungkan senjata-senjata mereka. Pohon itu disebut dengan Dzatu Anwath. Tatkala kami melewati pohon itu kami berkata, 'Wahai Rasulullah! Buatkanlah untuk kami Dzatu Anwath (tempat menggantungkan senjata) sebagaimana mereka memiliki Dzatu Anwath.' Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, 'Allahu akbar! Inilah kebiasaan itu! Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalian telah mengatakan sesuatu sebagaimana yang dikatakan oleh Bani Isra’il kepada Musa: 'Jadikanlah untuk kami sesembahan sebagaimana mereka memiliki sesembahan-sesembahan. Musa berkata: Sesungguhnya kalian adalah kaum yang bertindak bodoh'.” (QS. al-A’raf: 138)
Dari dua dalil di atas menunjukkan bahwa mengambil berkah dari pepohonan dan bebatuan (berhala) adalah perbuatan kesyirikan kepada Allah, yang itu merupakan kebiasaan kaum musyrikin. Maka hendaknya kaum muslimin mengingatkan akan bahaya dari perbuatan tersebut.

Disimpulkan oleh: Santri Postim
Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

No comments :


[akhlaq dan nasehat][bleft]
[Fiqih][bleft]

Masjidil Haram Terkini

Masjid Nabawi Terkini