Jika Berpihak Pada Allah dan Rasul-Nya, Tinggalkan Riba!





Dalam beberapa saat yang begitu lamanya, hingga sampai saat ini, kehidupan ekonomi umat manusia terjebak dalam belantara riba yang seakan tak lagi mungkin terbebaskan. Termasuk kaum muslimnin di dalamnya, yang terjebak dalam kehidupan yang penuh ribawi.

Berbagai institusi ribawi tumbuh subur. Padahal, riba adalah hal yang secara tegas dikutuk oleh Allah dan rasul-Nya. Bahkan Allah telah mengumumkan perang bagi para pelaku riba.  (Lihat; QS. A-Baqarah: 275-281).

Dalam sebuah hadis shahih, dari Abu Hurairah -radhiyallah 'anhu- bahwa Nabi -Shallahu 'alaihiwasallam- bersabda:
“Jauhilah oleh kalian tujuh dosa yang menghancurkan”. Para Shahabat pun bertanya: “Apa itu ya Rasululallah?” Beliau menjawab: “syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang Allah haramkan kecuali dengan cara yang haq, memakan riba, memakan harta anak yatim, berpaling dari medan perang, dan menuduh wanita mukminah yang menjaga kehormatannya dan jauh dari perbuatan maksiat dengan tuduhan zina” (HR. Imam Bukhari dan Muslim)

Juga dari Abdullah bin Mas'ud, bahwa Nabi -shallahu `alaihi wasallam- bersabda:
“Terlaknat pemakan riba (nasabah), pemberi riba (pimpinan), dua saksi dan penulisnya (karyawannya)”. (HR. Imam Bukhari, Muslim, Tirmizi, dan Abu Daud)
Kemudian dari Abdullah bin Hanzhalah -radhiyallahu 'anhu- bahwa Nabi -shallahu 'alaihiwasallam- bersabda:
”Satu dirham dari riba yang d makan oleh seseorang sedang ia tahu bahwa itu riba, lebih besar dosanya daripada tiga puluh enam perzinaan” (HR. Imam Ahmad).

Sebuah hadits panjang dari Samuroh Bin Jundub-radhiyallahu 'anhu- juga menegaskan:
“Sudah menjadi kebiasaan Nabi –shallallahu 'alaihi wasallam- bila selesai melaksanakan suatu shalat, beliau menghadapkan wajahnya kepada kami lalu berkata: "Siapa diantara kalian yang tadi malam bermimpi?”  Dia (Samrah bin Jundab) berkata: "Jika ada seorang yang bermimpi maka orang itu akan menceritakan, saat itulah beliau berkata,: "Maa sya-Allah" (atas kehendak Allah)” Pada suatu hari yang lain beliau bertanya kepada kami:  "Apakah ada di antara kalian yang bermimpi?". Kami menjawab: "Tidak ada". Beliau berkata: "Tetapi aku tadi malam bermimpi yaitu ada dua orang laki-laki yang mendatangiku kemudian keduanya memegang tanganku lalu membawaku ke negeri yang disucikan (Al-Muqaddasah), ternyata di sana ada seorang laki-laki yang sedang berdiri dan yang satunya lagi duduk yang di tangannya memegang sebatang besi yang ujungnya bengkok (biasanya untuk menggantung sesuatu). Sebagian dari sahabat kami berkata, dari Musa bahwa: batang besi tersebut dimasukkan ke dalam satu sisi mulut (dari geraham) orang itu hingga menembus tengkuknya. Kemudian dilakukan hal yang sama pada sisi mulut yang satunya lagi, lalu dilepas dari mulutnya dan dimasukkan kembali dan begitu seterusnya diperlakukan. Aku bertanya: "Apa ini maksudnya?" Kedua orang yang membawaku berkata: "Berangkatlah". Maka kami berangkat ke tempat lain dan sampai kepada seorang laki-laki yang sedang berbaring bersandar pada tengkuknya, sedang ada laki-laki lain yang berdiri di atas kepalanya memegang batu atau batu besar untuk menghancurkan kepalanya. Ketika dipukulkan, batu itu menghancurkan kepala orang tersebut, maka orang itu menghampirinya untuk mengambilnya dan dia tidak berhenti melakukan hal tersebut hingga kepalanya kembali utuh seperti semula, kemudian dipukul lagi dengan batu hingga hancur. Aku bertanya: "Siapakah orang ini?" Keduanya menjawab: "Berangkatlah".
Maka kami pun berangkat hingga sampai pada suatu lubang seperti dapur api di mana bagian atasnya sempit dan bagian bawahnya lebar dan di bawahnya dinyalakan api yang apabila api itu didekatkan, mereka (penghuninya) akan terangkat dan bila dipadamkan penghuninya akan kembali kepadanya, penghuninya itu terdiri dari laki-laki dan perempuan. Aku bertanya: "Siapakah mereka itu?". Keduanya menjawab: "Berangkatlah".
Maka kami pun berangkat hingga sampai di sebuah sungai yang airnya adalah darah, di sana ada seorang laki-laki yang berdiri di tengah-tengah sungai".
Berkata Yazid dan Wahb bin Jarir dari Jarir bin Hazim: “dan di tepi sungai ada seorang laki-laki yang memegang batu”. Ketika orang yang berada di tengah sungai menghadapnya dan bermaksud hendak keluar dari sungai maka laki-laki yang memegang batu melemparnya dengan batu kearah mulutnya hingga dia kembali ke tempatnya semula di tengah sungai, dan terjadilah seterusnya begitu, setiap dia hendak keluar dari sungai, akan dilempar dengan batu sehingga kembali ke tempatnya semula.
Aku bertanya: "Apa maksudnya ini?" Keduanya menjawab: "Berangkatlah".
Maka kami pun berangkat hingga sampai ke suatu taman yang hijau, di dalamnya penuh dengan pepohonan yang besar-besar sementara dibawahnya ada satu orang tua dan anak-anak dan ada seorang yang berada dekat dengan pohon yang memegang api, manakala dia menyalakan api maka kedua orang yang membawaku naik membawaku memanjat pohon lalu keduanya memasukkan aku ke sebuah rumah (perkampungan) yang belum pernah aku melihat seindah itu sebelumnya dan di dalamnya ada para lelaki, orang-orang tua, pemuda, wanita dan anak-anak. Lalu keduanya membawa aku keluar dari situ lalu membawaku naik lagi ke atas pohon, lalu memasukkanku ke dalam suatu rumah yang lebih baik dan lebih indah, di dalamnya ada orang-orang tua dan para pemuda.
Aku berkata: "Ajaklah aku keliling malam ini dan terangkanlah tentang apa yang aku sudah lihat tadi". Maka keduanya berkata: "Baiklah”. Adapun orang yang kamu lihat mulutnya ditusuk dengan besi adalah orang yang suka berdusta dan bila berkata selalu berbohong, maka dia dibawa hingga sampai ke ufuq lalu dia diperlakukan seperti itu hingga hari kiamat.
Adapun orang yang kamu lihat kepalanya dipecahkan adalah seorang yang telah diajarkan Al-Quran oleh Allah lalu ia tidur pada suatu malam, namun tidak mengamalkan Al-Quran pada siang harinya, lalu ia diperlakukan seperti itu hingga hari kiamat.
Dan orang-orang yang kamu lihat berada di dalam dapur api mereka adalah para pezina. Sedangkan orang yang kamu lihat berada di tengah sungai adalah mereka yang memakan riba'. sementara orang tua yang berada di bawah pohon adalah Nabi Ibrahim 'alaihissalam.
Sedangkan anak-anak yang ada disekitarnnya adalah anak-anak kecil manusia. Adapun orang yang menyalakan api adalah malaikat penjaga neraka. Sedangkan rumah pertama yang kamu masuki adalah rumah bagi seluruh kaum mukminin. Sedangkan rumah yang ini adalah perkampungan para syuhada dan aku adalah Jibril dan ini adalah Mikail. Maka angkatlah kepalamu. Maka aku mengangkat kepalaku ternyata di atas kepalaku ada sesuatu seperti awan.
Keduanya berkata: "Itulah tempatmu". Aku berkata: "Biarkanlah aku memasuki rumahku".  Keduanya berkata: "Umurmu masih tersisa dan belum selesai dan seandainya sudah selesai waktunya kamu pasti akan memasuki rumahmu". (HR. Imam Bukhari no. 1297)

Kemudian dari Baroo’ -radhiyallahu 'anhu- bahwa Nabi -shallahu 'alaihiwasallam- bersabda:
"Riba itu ada tujuh puluh dua pintu, yang paling ringannya seperti seseorang yang menyetubuhi ibu kandungnya sendiri" (HR. Thabrani, lihat silsilah shahihah no. 1871)

Dari Abdullah Bin Mas'ud -radhiyallahu 'anhu-, bahwa Nabi -shallahu 'alaihi wasallam-bersabda:
“Tidaklah riba dan zina tampak pada suatu kaum melainkan mereka telah menghalalkan azab Allah atas diri-diri mereka”. (HR. Imam Abu ya’la dengan sanad yang shahih, lihat shahih targhib wa tarhiyb Syaikh Albani no. 2402).

Dari Abu Said Al-khudri -radhiyallahu 'anhu-, bahwa nabi -shallahu 'alaihi wasallam- bersabda:
”Yang mengambil dan memberi sama dalam riba” (HR. Imam Ahmad no. 1208 dan Muslim no. 2971).

”Riba itu walaupun Banyak tetap pada akhirnya juga sedikit (lenyap)” (HR. Ibnu Majah dan Hakim, dishahihkan Syaikh Al- Albani, Shahih targhib wa tarhib no. 1863).

Demikian di antara dalil-dalil yang cukup tegas tentang keharaman riba. Dan di antara riba yang merajalela pada hari ini adalah riba pinjaman/riba jahiliah. Dalil-dalil tentang haramnya riba pinjaman adalah keumuman dalil riba dan hadiss dari Nabi serta beberapa Atsaar dari para sahabat nabi. Bahkan Ulama Islam secara keseluruhan termasuk di dalamnya ulama mazhab, sepakat tentang haramnya riba pinjaman.

Berkata Al-Imam Ibnu Qudamah:
"Setiap pinjaman yang mensyaratkan kelebihan padanya (ketika dikembalikan) maka haram, tanpa khilaf/perselisihan di antara ulama".

Dan berkata Imam Ibnul Mundzir:
"Para Ulama sepakat bahwa apabila si pemberi hutang mensyaratkan tambahan atau hadiah kepada orang yang berhutang kepadanya, bahwa yang demikian itu adalah riba.

Dan telah diriwayatkan dari Shahabat Ubay Bin Ka'b, Abdullah Bin 'Abbas, dan Ibnu Mas'ud bahwa mereka melarang dari sebuah pinjaman yang mendatangkan menfaat/bunga (bagi si pemberi hutang).
Silahkan merujuk kepada Al-Mughni, Al-Ijma' Ibnul Mundzir, I'laamul muwaqqi'in, Ar-Raudhah Nadiah, dan kitab-kitab fiqih lainnya.

Maka dari Itu, bagaimana dapat dikatakan suatu institusi perbankan sebagai perbankan syariah, jika pinjamannya masih saja berbunga. Tepat waktu berbunga, jika terlambat dikenakan pinalti. Dalihnya adalah mudharabah, namun tetap dengan persen dan tidak mau tahu untung dan ruginya si pengusaha (peminjam).

Saudaraku, seluruh ulama Islam dari semenjak para sahabat sampai hari ini sepakat atas haramnya riba. Bahkan para ulama menjelaskan, bahwa dalam agama Yahudi dan Nasrani riba juga diharamkan. Jadi yang mengharamkan riba bukan ustadz-ustadz atau kelompok tertentu saja. Miris memang, sebagian orang melabeli sabagian dai' sebagai ustadz yang `keras` dikarenakan ia menyampaikan haram dan bahayanya riba atas seorang hamba di dunia dan akhirat.

Saudaraku, agama ini milik Allah yang telah disampaikan dengan sempurna oleh nabi kita Muhammad Bin Abdillah -shallahu 'alaihiwasallam-, dan kewajiban kita adalah tunduk dan menerimanya. Sekalipun hawa nafsu dan akal-akal serta keadaan kita berat menerimanya.

Yakinlah, bahwa Allah dan rasul-Nya tidaklah mengharamkan sesuatu, melainkan karena sesuatu itu berbahaya atas hamba-Nya dunia dan akhirat. Sebagaimana kita yakin bahwa tidaklah Allah dan Rasul-Nya mewajibkan atas kita sesuatu, kecuali karena sesuatu itu baik terhadap dunia dan akhirat kita.

Akhirul kalam, beragamalah dengan ikhlas, tulus, serius dan totalitas. Bukan dengan hawa nafsu dan sesuka atau sekedarnya. Dan yakinlah, Allah Rabbuna tidak akan menzhalimi hamba-Nya. Jika kita benar berpihak serta mencintai Allah dan rasul-Nya, maka tinggalkanlah segala yang diharamkan, termasuk dalam hal ini adalah riba yang dosanya betapa besar.


Ditulis oleh: Al-Ustadz Farhan Abu Furaihan, pembina Radio Syiar Tauhid Aceh 96,1 FM.


Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

No comments :


[akhlaq dan nasehat][bleft]
[Fiqih][bleft]

Masjidil Haram Terkini

Masjid Nabawi Terkini