Rapuhnya Manusia





Ada banyak anak manusia, meninggal pada usia relatif cukup muda. Tidak didahului oleh sebab-sebab yang lazim, semisal sakit yang parah atau kecelakaan yang menimpa. Ihwal ini, adalah realitas yang sering kita temui dan tak dapat dipungkiri. Menyampaikan pesan pada kita, tentang sebab kematian yang memang tak terikat pada standar biologis tertentu.

Pun, jika saja kematian hanyalah dimaknai sebagai akibat dari standar-standar biologis, kita nanti harusnya tak perlu khawatir lagi perihal mati,  para ilmuwan akan menghidupkan kita kembali, di suatu zaman yang mana keabadian akan menjadi komoditi jasa termahal dalam pasar transaksi. Di mana orang-orang, tinggal membelinya melalui praktik (bisnis) keabadian.  Dan ini tidak kalah lucunya, dengan dongeng-dongeng anak tentang ramuan abadi. 


Kematian, adalah tentang rapuhnya manusia. Ia berbicara tentang batas-batas kita, sekaligus manifestasi kuasa tertinggi dari pemilik semesta. Kendati demikian, masih saja ada manusia yang tercerabut dari akar keberimanannya hingga enggan percaya pada kematian, sebagai suatu proses mansukhnya ruh dari manusia oleh yang ilahi. Bahkan di abad keangkuhan ini, atas nama ilmu pengetahuan, lahir banyak aliran yang mengingkari ruh, hari akhir, pengadilan ilahi, dan yang semisalnya.


Perspektif Wahyu

Al-Quran sebagai pematri hidup kaum beriman, menginformasikan banyak hal yang membungkam tentang kematian sebagai batas kuasa kita. Allah berfirman:

أينما تكونوا يدرككم الموت ولو كنتم في بروج مشيدة

"Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendati kamu berada dalam benteng  yang tinggi lagi kokoh”. (QS. An-Nisa: 78)


Dalam ayat yang lain, ketika menginformasikan tentang kematian, Allah menghadirkan satu kalimat yang lebih tegas, suatu tantangan bagi manusia untuk dapat mengatasi sakratul maut, sebagaimana Kalam-Nya:

إلى ربك يومئذ المساقوالتفت الساق بالساقوظن أنه الفراقوقيل من راقكلا إذا بلغت التراقي

"Sekali-kali jangan. Apabila nafas (seseorang) telah (mendesak) sampai kerongkongan. Dan dikatakan (kepadanya): "Siapakah yang dapat menyembuhkan". Dan dia yakin bahwa sesungguhnya itulah waktu perpisahan. Dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan). Dan kepada Rabbmulah pada hari itu kamu dihalau". (QS. Al Qiyamah: 26-30)


Bila pada ayat di atas Allah menantang manusia untuk mengatasi sakratul-maut, pada firmannya yang lain, lebih jauh Allah menantang manusia untuk mengembalikan nyawa orang yang telah mati, untuk menghidupkan kembali dirinya dari kebinasaan. Allah berfirman:

فلولا إن كنتم غير مدينينونحن أقرب إليه منكم ولكن لا تبصرونوأنتم حينئذ تنظرونفلولا إذا بلغت الحلقوم

ترجعونها إن كنتم صادقين

 “Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan. padahal kamu ketika itu melihat. Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu. Tetapi kamu tidak melihat. Maka mengapa jika kamu tidak dikuasai (oleh Allah)? Kamu tidak mengembalikan nyawa itu (kepada tempatnya) jika kamu adalah orang-orang yang benar?” (QS. Al Waaqi`ah: 83-87)


Firman-firman Allah di atas, dan juga masih banyak dalil yang lainnya dalam Al-Quran dan sabda Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam, jelas adalah penegasan tentang kematian sebagai kuasa mutlak Allah, yang melampaui batas-batas rasionalitas dan otoritas manusia. Maka bagi yang insaf dan tetap di atas fitrah, kematian jelas tak sesederhana batas-batas diri.






Ditulis oleh saudara kalian, Nauval Pally Taran (Semoga Allah mengampuninya).
           
Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

No comments :


[akhlaq dan nasehat][bleft]
[Fiqih][bleft]

Masjidil Haram Terkini

Masjid Nabawi Terkini