Pedoman Berpendapat dan Memilih Pendapat
Seiring
dengan berkembangnya zaman dan kemudahan dalam mengakses berbagai pemikiran
dalam Islam, terkadang seseorang bingung kemana ia harus berpegang dan memilih
mana yang benar karena saking banyaknya pendapat. Berikut beberapa pedoman jika
kita mendapati hal semacam itu pada masa sekarang, yang dibagi secara garis
besar menjadi dua kaidah.
Kaidah Pertama:
Tidak keluar dari pendapat para salaf dengan menambah pendapat baru
Imam Asy
Syafi'i (w. 204 H) berkata, sebagaimana dinukil dalam
Al Madkhal:
إذا أجتمعوا ( أي الصحابة ) أخذنا باجتماعهم ، وإن قال
وأحدهم ولم يخالفه أخذنا بقوله ، فإن اختلفوا أخذنا بقول بعضهم ، ولم نخرج مـن
أقاويلهم كلهم
"Jika para sahabat telah bersepakat
tentang sesuatu, maka kita mengambil kesepakatan mereka. Jika salah seorang
mereka berpendapat lalu tidak ada yang menyelisihinya, maka kita mengambil
pendapat itu. Jika mereka berselisih, maka kita ambil salah satu perkataan
mereka, dan tidak berpendapat selain dari pendapat-pendapat mereka." [Al
Madkhal ilas Sunan Al Kubra, 110]
Imam Ahmad bin Hanbal (w. 241 H)
berkata, sebagaimana dinukil dalam Al Musawwadah:
إذا
كان في المسألة عن أصحاب رسول الله صلى الله عيه و سلم قول مختلف نختار من
أقاويلهم ولم نخرج عن أقاويلهم إلى قول غيرهم ، وإذا لم يكن فيها عن النبي صلى
الله عيه و سلم ولا عن الصحابة قول نختار من أقوال التابعين
"Jika ada permasalahan yang
diperselisihkan para sahabat Rasulullah, maka kita memilih salah satu dari
pendapat-pendapat mereka dan tidak berpaling dari perkataan mereka menuju
perkataan selain mereka. Jika tidak ada nash dari Nabi dan juga pendapat para
sahabat, maka kita memilih pendapat para tabi'in." [Al Musawwadah 276]
Al Khathib Al Baghdadi (w. 463 H) berkata:
لو
اختلف الصحابة بمسألة على قولين فإنه لا يجوز للتابعين إحداث قول ثالث لأن
اختلافهم على قولين إجماع على إبطال كل قول سواه
"Jika para sahabat berselisih pada
suatu masalah menjadi dua pendapat, maka tidak boleh bagi orang setelah mereka,
yaitu tabi'in, untuk memunculkan pendapat ketiga. Karena perselisihan para
sahabat kepada dua pendapat, merupakan ijma' atas batalnya setiap pendapat
selainnya." [Al Faqih wal Mutafaqqih 1/173]
Kaidah Kedua: Tidak berbicara tentang suatu masalah
yang tidak ada pendahulunya dari para imam.
Yaitu pada perkara yang tidak ada nash padanya. Jika
ada nash yang berasal dari hadits Rasulullah, maka ia mengamalkan nash itu
walaupun tidak diketahui ada seorang pun di antara para imam yang berpendapat
dengannya. Sebab, hadits adalah hujjah yang berdiri sendiri.
Adapun perkara yang tidak ada nash
padanya, dan para salaf tidak berbicara tentangnya padahal itu ada di masa
mereka, maka tidak disyariatkan bagi seorang muslim untuk mengada-adakan
perkataan baru yang tidak ada pendahulunya.
Imam Al Qairawani (w. 386 H) berkata:
إنّه
ليس لأحدٍ أنْ يُحْدِث قولا أو تأويلا لم يسبقه به سلفٌ، وإنّه إذا ثبت عن صاحبٍ
قولٌ لا يُحفظُ عن غيره من الصحابة خلافٌ له ولا وِفاقٌ، أنّه لا يسعُ خلافُه،
وقال ذلك معنا الشافعي، وأهل العراق، فكلّ قول نقولُه، وتأويلٍ من مجملٍ نتأوّلُه،
فعن سلفٍ سابقٍ قلنا، أو من أصل من الأصول المذكورة استنبطنا
"Tidak selayaknya bagi seseorang
untuk mengada-adakan perkataan baru atau takwil baru yang tidak ada
pendahulunya dari salaf, maka jika telah datang suatu perkataan seorang sahabat
yang tidak diketahui ada penyelisihan maupun penyepakatan, maka tak ada ruang
untuk menyelisihinya.
Dan Imam Asy Syafi'i serta ahlul 'Iraq
telah mengatakan hal yang sama secara makna. Maka setiap perkataan yang kita
katakan dan takwil secara global yang kita takwilkan, salaf-lah pendahulu kita
dalam berpendapat. Atau dari pokok di antara pokok-pokok yang telah disebutkan,
kita menggali hukum dari dalil." [An Nawadir waz Ziyadat 5/1]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (w. 728 H) berkata:
كل قول ينفرد به
المتأخر عن المتقدمين ، ولم يسبقه إليه أحد منهم ، فإنه يكون خطأ ، كما قال الإمام
أحمد بن حنبل : إياك أن تتكلم في مسألة ليس لك فيها إمام
"Setiap perkataan mutaakhirin yang menyendiri
dan tidak ada yang mendahuluinya satu orang pun dari kalangan mutaqaddimin,
maka ia bisa jadi keliru. Sebagaimana perkataan Imam Ahmad bin Hanbal:
Berhati-hatilah engkau dari berpendapat pada suatu masalah dimana engkau tidak
punya imam pendahulu!" [Majmu' Fatawa 21/291]
Syaikh Al Albani (w. 1420 H) berkata:
إن
كان الحديث صحيحًا في حدوده المعروفة في علم المصطلح يأتي كلام الشافعي أنه يجب
الأخذ بالسنة الصحيحة و إن لم يقل بها أحد، أما إذا كان الحديث و أعني طبعًا
الحديث الصحيح يحتمل وجوهًا من المعاني فحينئذ إذا ما اختار المتأخر وجهًا من تلك
الوجوه فلا بد أن يكون له سلف من الأئمّة و على هذا نحمل كلام الإمام أحمد.
"Jika sebuah hadits telah shahih
menurut aturan yang berlaku dalam ilmu musthalah, maka di sana ada perkataan
Imam Asy Syafi'i untuk mengambil hadits yang shahih itu walaupun belum pernah
dikatakan oleh seorang ulama pun sebelumnya.
Adapun jika ada hadits -tentu saja yang
shahih- yang mengandung kemungkinan makna yang berbeda-beda, maka jika seorang
ulama mutaakhir memilih salah satu pendapat dari berbagai pendapat yang ada,
maka semestinya ia telah punya pendahulu dari kalangan imam pada perkara itu,
dan ini yang dimaksud dari perkataan Imam Ahmad." [Sualat lis Syaikh 'Al
'Allamah Al Muhaddits Nashiruddin Al Albani, no 48]
Demikianlah, apabila kita menemukan
sebuah diskusi atau permasalahan mengenai apapun, misalnya tentang "hadits
ahad tidak bisa dijadikan hujjah dalam aqidah", atau mengenai "adzab
kubur boleh dipercaya namun tidak boleh diyakini", dan sebagainya, maka
tanyakan kepadanya siapakah salaf yang pernah mengatakan hal tersebut?
Sebagaimana metode Imam Ahmad ketika ada yang menyatakan "Al Quran
makhluk", beliau menanyakan siapa salaf dari perkataan tersebut. Adakah
dari Rasulullah maupun khulafaur rasyidin?
Atau ketika mendapati suatu penafsiran
baru yang tidak pernah kita ketahui, maka perlu kita pertanyakan, siapa yang
pertama kali menafsirkan hal tersebut? Karena tidak layak jika para salaf telah
menafsirkan sesuatu baik ayat maupun hadits, kemudian kita datangkan penafsiran
baru dari ulama mutaakhirin, meskipun sebagian orang mengangkatnya sebagai
mujtahid mutlak.
Wallahu ta'ala a'lam.
Ditulis oleh Al-Ustadz Ristiyan
Ragil –hafidzahullah-
Artikel mukmin.net
Post A Comment
No comments :