Rukun dan Syarat Kalimat Tauhid

Sumber: Pixabay.com


Istilah tauhid rasanya sudah umum didengar oleh seorang muslim. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan tauhid itu? Secara bahasa, berasal dari bahasa Arab, tauhid berarti menjadikan sesuatu menjadi satu. Adapun secara istilah, yang dimaksud dengan tauhid adalah mengesakan Allah dalam perkara
uluhiyah, rububiyah, dan nama-nama serta sifat-sifat Allah.

Adapun lafaz dari kalimat tauhid adalah Laa ilaaha illallah, yang biasanya diartikan tidak ada Tuhan selain Allah. Namun, pengertian tersebut kurang tepat. Kita perlu mengetahui makna dari kalimat tersebut sebagaimana yang diajarkan oleh para ulama Islam. Jadi, makna dari kalimat tersebut adalah tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah. Dengan makna tersebut, semua makhluk yang disembah adalah sesembahan yang batil.

Allah Ta’ala berfirman, “Demikianlah, karena sesungguhnya Allah, Dialah yang hak. Dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru (sembah) selain Allah, itulah yang batil. Dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar” (Surah Luqman: 30).

Kemudian, setelah mengetahui maknanya, perlu diketahui pula bahwa kalimat ini tidaklah lengkap tanpa dua rukun, yaitu penafian (an-nafyu) dan penetapan (al-itsbat). Penafian berarti menafikan seluruh sesembahan yang ada, sedangkan penetapan berarti menetapkan bahwa sesembahan yang berhak disembah hanyalah Allah Ta’ala. Apabila kedua rukun ini telah terpenuhi, terealisasikanlah tauhid yang benar.

Mengapa? Karena apabila hanya ada penafian seluruh sesembahan tanpa adanya penetapan, sama saja menganggap tidak ada Tuhan sama sekali. Demikian pula sebaliknya, apabila hanya ada penetapan tanpa adanya penafian, tidak menafikan sesembahan lainnya. Tauhid yang benar tidaklah terealisasikan kecuali dengan kedua rukun ini. Seseorang juga menafikan hukum selain hukum yang telah ditetapkan oleh Allah dan hanya menetapkan hukum yang telah Allah tetapkan.

Selain rukun, juga ada syarat dari kalimat tauhid yang harus direalisasikan. Di antaranya, ia harus disertai dengan keyakinan tanpa adanya keraguan sedikit pun di dalamnya. Juga mempelajari dan mengetahui maknanya. Kemudian, melakukan amalan-amalan sesuai tuntunan syariat yang telah menjadi konsekuensi dari kalimat tauhid. Hal ini karena apabila kalimat tersebut hanya berupa ucapan tanpa adanya keyakinan dan juga perbuatan, kalimat tersebut tidaklah bermanfaat baginya.


Penulis: Arif Rinaldi


Sumber: Sahih.co


Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

No comments :


[akhlaq dan nasehat][bleft]
[Fiqih][bleft]

Masjidil Haram Terkini

Masjid Nabawi Terkini