Menggapai Mumtaz di Madrasah Ramadan


Bulan suci itu telah tiba, seluruh semesta bersuka ria, mentari merona di atas cakrawala, rembulan bahagia di tengah malam kelam. Terlebih lagi manusia, 'penggoda' mereka terpenjara, 'upah' amal mereka bertambah, kebaikan mereka digandakan, ladang amal mereka semakin banyak, tarbiyah diri dipermudah, maka bagaimana mungkin manusia tak bergembira?
Ramadan datang sebagai 'madrasah' yang eksklusif bagi mereka yang menempuhnya, bagaimana tidak, perintah-Nya hanya bagi mereka yang beriman, bukankah derajat 'iman' merupakan tempat yang eksklusif, banyak orang yang tergelincir sebelum sampai di sana (derajat iman).
Output program 'madrasah' ini jelas tersebutkan, agar peserta didiknya naik tingkat dari 'iman' menuju 'taqwa', indikator kelulusannya pun tertulis di dalam kitab suci, tak hanya hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan sesama insan pun menjadi kunci. Baiknya hubungan dengan Tuhan, seharusnya berbanding lurus dengan hubungan terhadap manusia lain.
Guna mencapai output yang diinginkan, kurikulumnya tersusun dengan begitu rapi dan terstruktur, jiwa manusia ditempa untuk menjadi ‘majikan’ bagi hawa nafsu, untuk itu kita diharuskan menahan diri dari banyak hal saat mentari bersinar. Saat rembulan menemani, kita harus menegakkan punggung untuk qiyamul lail.
Lupakan tentang menonton film, gosip dengan tetangga, maupun mengkritik negara dengan caci maki. Lidah kita harus disibukkan dengan perkataan baik, membaca Al-Qur’an, dan saling menasihati perihal taqwa, ‘pelajaran-pelajaran’ yang Allah sediakan harus dimaksimalkan, jangan pernah lalai walau untuk sekejap, karena lalai itu mematikan. Ibnu Qayyim pernah mengatakan, “Kelalaian dari waktu lebih berbahaya dari kematian, karena kelalaian dari waktu memisahkanmu dari Allah dan negeri akhirat, sedangkan kematian hanya memisahkanmu dari dunia dan ahlinya.”
Demikain pula dengan ‘peserta didik’ lain, kita sedang sama-sama menempuh tarbiyah, oleh karenanya saling bantulah, saling bermaaflah untuk kesalahan-kesalahan, saling bersabar, saling memberilah walaupun keadaan sedang sempit, saling menasehati, saling tutup mata untuk aib, kunci lidah untuk bersuara tentang betapa buruknya orang lain, ingatlah itu semua termasuk indikator kelulusan.
Tentu tidak hanya sebatas yang penulis sebutkan di atas, kurikulumnya sangat kompleks, materinya cukup beragam. Tak cukup hanya materi, semuanya harus ada praktek, akan ada evaluasi-evaluasi nantinya, itu semua harus dilakukan dengan niat yang ikhlas dan mengharap ridha Allah.
Pada akhirnya, setelah semua dilakukan dengan baik dan benar sesuai petunjuk dari Allah dan Rasul-Nya, jangan ada tambahan dalam ibadah, tidak boleh ada inovasi dalam amal, jangan berbuat kreatif dalam dzikir, cukuplah atas apa yang Allah dan Rasul-Nya inginkan, cukup sederhana sebenarnya, dengar, taat, dan laksanakan.
Semoga setelah itu semua, kita dapat mencapai hasil yang diinginkan dari madrasah ramadan ini, yaitu “agar kalian bertaqwa” (al-Baqarah: 183). Yang mana derajat taqwa merupakan derajat yang sangat mulia di sisi Allah, “Sesungguhnya di antara kalian yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa” (al-Hujurat: 13). Dan taqwa merupakan bekal terbaik untuk kembali ke kampung akhirat, “Dan berbekallah, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa” (al-Baqarah: 197).

Oleh: Misbahul (Santri Pondok Studi Islam Mahasiswa/POSTIM Banda Aceh).

Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

1 comment :


[akhlaq dan nasehat][bleft]
[Fiqih][bleft]

Masjidil Haram Terkini

Masjid Nabawi Terkini