Tabarruk (mengambil berkah) yang Terlarang




Saudaraku yang dimuliakan Allah, di antara konsekuensi logis keimanan kita kepada Allah, adalah memurnikan ketergantungan hati hanya kepada-Nya dan tidak meyakini sesuatu sebagai sebab keberkahan tanpa dalil dari al-Quran dan Hadits yang shahih.
Allah berfirman,
وعلى الله فتوكلوا إن كنتم مؤمنين
"Dan hanya kepada Allah sajalah kalian bertawakal, jika kalian adalah orang-orang yang beriman." [QS. al-Maidah: 23]
Allah juga berfirman,
ومن يتوكل على الله فهو حسبه
"Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, maka Allah telah cukup untuknya." [QS. at-Thalaq: 3]
Oleh karenanya, beranggapan sial atau mengadu nasib kepada selain Allah merupakan sesuatu yang dilarang keras oleh Nabi kita.
Karena ada unsur kesyirikan di dalamnya. Yaitu perihal ketergantungan hati kepada selain Allah dan menjadikannya sebagai sebab kebaikan atau kejelekan yang itu bukanlah sebagai sebab secara syari dan takdir.
Seperti sabda beliau,
إن الرقى والتمائم والتولة شرك
"Sesungguhnya jampi-jampi, jimat dan pelet, adalah kesyirikan." [HR. Imam Ahmad dan Abu Daud No. 3883].
Juga sabda beliau,
لا عدوى، ولا طيرة، ولا هامة، ولا صفر
"Tidak ada penyakit yang menular sendiri tanpa izin Allah, tidak boleh mengadu nasib dengan seekor burung, tidak boleh beranggapan sial dengan burung hantu dan dengan bulan Shafar." [HR. Imam Bukhari No. 5757 dan Imam Muslim No. 2220, dari Abu Hurairah].
Dan di antara bentuk kesyirikan yang bertentangan dengan tauhid dan iman kita kepada Allah adalah ngalap (mengambil) berkah atau berkeyakinan pada sesuatu yang dianggap dapat memberi berkah, yang itu bukanlah sebagai sebab berkah jika ditinjau dengan dalil al-Quran dan as-Sunnah dengan pemahaman para sahabat Nabi.
Oleh karenanya, di antara bentuk kesyirikan kaum musyrikin yang diperingatkan oleh Rasululllah adalah kebiasaan mereka ngalap berkah pada suatu benda yang dianggap keramat, atau kuburan orang shalih.
Kaum musyrikin terdahulu memiliki banyak benda dan tempat keramat yang mereka jadikan sebagai tempat ngalap berkah atau perantara antara mereka dengan Allah dalam memperoleh berkah. Seperti kuburan orang shalih, bebatuan yang dahulu dipakai orang shalih, dan semisalnya.
Allah berfirman, 
أفرأيتم اللات والعزى
"Maka apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap al-Lata dan al-Uzza." [QS. an-Najm: 19].
Di antara tafsir "اللات" dari ulama salaf adalah seorang shalih yang suka membagikan roti untuk jamaah haji, kemudian tatkala ia meninggal, maka mereka beriktikaf di sisi kuburannya. (Lihat Shahih Bukhari No: 4859). Dan Nabi kita telah memberikan peringatan yang sangat tegas terhadap umatnya dari perbuatan yang seperti ini.
Dari sahabat, Abu Waqid al-Laitsiy menyatakan,
خرجنا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم إلى حنين ونحن حدثاء عهد بكفر، وللمشركين سدرة يعكفون عندها، وينوطون بها أسلحتهم، يقال لها: ذات أنواط، فمررنا بسدرة، فقلنا: يا رسول الله اجعل لنا ذات أنواط، كما لهم ذات أنواط، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: " الله أكبر!! إنها السنن قلتم والذي نفسي بيده كما قالت بنو إسرائيل لموسى: اجعل لنا إلها كما لهم آلهة قال: إنكم قوم تجهلون، لتركبن سنن من كان قبلكم
"Kami ikut keluar bersama Rasulullah dalam perang hunain. Dan di saat itu kami baru saja masuk Islam, kami melihat saat itu kaum musyrikin memiliki pohon bidara yang dikeramatkan, mereka iktikaf di bawahnya dan menggantungkan senjata mereka pada pohon tersebut, pohon itu mereka namakan dengan dzaatu anwath. Tatkala kami melewatinya maka kami berkata kepada Rasulullah, 'Wahai Rasulullah buatkan juga untuk kami dzaatu anwaath (pohon keramat) sebagaimana mereka memilikinya. (Rasulullah pun marah) dan berkata, 'Allahu Akbar, sesungguhnya itu kebiasaan umat sebelumnya. Sesungguhnya ucapan kalian ini menyerupai ucapan Bani Israil sebelum kalian, yang berkata kepada Nabi Musa, 'Buatkan juga untuk kami sebuah sesembahan sebagaimana mereka memiliki sesembahan yang disembah selain Allah'. Musa berkata, 'Sesungguhnya kalian adalah kaum yang bodoh'. Dan Rasulullah pun bersabda, 'Sungguh kalian akan mengikuti kebiasaan umat sebelum kalian'." [HR. Imam Tirmizi No: 2181].
Demikian juga mereka para sahabat sangat semangat menutup rapat-rapat pintu yang bisa menjerumuskan manusia dalam kesyirikan. 
Oleh karena itu, Umar bin Khatthab telah menebang sebuah pohon, yang bahkan di bawahnya pernah terjadi sebuah peristiwa bersejarah bagi umat. Yaitu pembaiatan para sahabat oleh Rasulullah. Di mana setelah peristiwa itu, sakinah (ketentraman) dari Allah turun di tengah mereka. Namun sikap umar tegas, demi membabat habis segala potensi kesyirikan dengan berbagai model wasilahnya, pohon itu ditebang.
Sebagaimana riwayat yang sampai kepada kita, di mana Naafi rahimahullahmenuturkan,
بلغ عمر بن الخطاب أن ناساً يأتون الشجرة التي بويع تحتها ، فأمر بها فقطعت
"Sampai berita kepada Umar, bahwa manusia mendatangi sebuah pohon yang terjadi baiat (bai`at ridhwan) di bawahnya, maka beliau pun memerintahkan untuk ditebang." [Riwayat Ibnu Abi Syaibah 2/73, lihat Fathul Bari Ibnu Hajar: 7/448].
Imam Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah, seorang ahli hadits besar dari mazhab Syafi`i, juga menerangkan, bahwa pohon tersebut dihilangkan agar manusia tidak menjadikannya pohon keramat yang diyakini dapat mendatangkan kebaikan atau kejelekan. Sebagaimana sebagian manusia telah berkeyakinan demikian pada selainnya yang kita saksikan saat ini. [Lihat: Fathul Baari6/118].
Kendati demikian, kita tidak mungkin mengingkari, bahwa jasad (tubuh) mereka para Nabi dan para Rasul mengandung berkah. Sehingga para sahabat beliau melahap berkah pada rambut, air ludah, dan sisa air wudhu beliau serta jasad beliau. (Lihat di dalam riwayat Imam Bukhari No: 189).
Namun perlu ditegaskan, yang demikian itu hanya berlaku kepada Nabi saja. tidak pada selain beliau. Dengan bukti mereka para Shahabat dan tabiin tidak ngalap berkah pada ludah, sisa minum atau rambut Abu Bakar, Umar, Utsman atau Ali yang mana mereka adalah khulafarasyidin yang paling mulia dari umat ini. 
Bahkan juga, mereka tidak pernah ngalap berkah pada tanah, atau batu kuburan Nabi yang ada di tengah-tengah mereka.
Adapun perbuatan sebagian orang, ngalap berkah pada kelambu kuburan Rasulullah, maka kita katakan, apakah kelambu kuburan Nabi itu sumber berkah? sedangkan kelambu tersebut tidak pernah dipakai oleh Nabi semasa hidupnya.
Darimanakah kelambu tersebut? Sedangkan kuburan Nabi yang berada di dalam kamar Aisyah tidak diberikan kelambu.
Maka ngalap berkah padanya adalah bentuk kesyirikan, karena ia telah menjadikannya sebab berkah yang bukanlah sebagai sebab berkah yang dibenarkan oleh syariat sebagai sebab.
Kita membaca, bagaimana ketika Umar bin Khatthab radhiallahu anhu mencium Hajar Aswad, beliau berkata,
إني لأعلم إنك حجر لا تنفع ولا تضر ولو لا أني رأيت رسول الله-صلى الله عليه وسلم- قبلك ما قبلتك
"Sungguh aku tahu bahwa engkau adalah batu benda mati yang tidak dapat mendatangkan kebaikan dan kemudaratan, seandainya aku tidak melihat Rasulullah menciummu, niscaya aku tidak akan menciummu." [HR. Imam Bukhari No: 1597].
Maka hendaknya seorang muslim agar tidak mudah terkecoh dengan hal-hal seperti ini dan agar selalu memurnikan ketergantungan hatinya hanya kepada Allah.
Sehingga tidak mudah menjadikan sesuatu sebagai sebab berkah tanpa dalil dari al-Quran dan Hadits Nabi yang shahih.
Semoga yang sedikit ini bermanfaat.
Baarakallahu fiykum.

Oleh: Ustadz Farhan Abu Furaihan.
Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

No comments :


[akhlaq dan nasehat][bleft]
[Fiqih][bleft]

Masjidil Haram Terkini

Masjid Nabawi Terkini