Prinsip Ahlus Sunnah (Bagian 3)

4. Setiap bid'ah adalah kesesatan.

5. Meninggalkan permusuhan dan berduduk-duduk dengan ahli ahwa' (pengekor hawa nafsu).

(1) Hadits shahih dikeluarkan oleh Imam Ahmad, Abu Daud dan selainnya (Lihat al-Irwaa': 2455).

(2) Karena Allah berfirman: QS. an-Nisa': 140.

Syaikh Rashid Ridha dalam al-Manaar (5/463) berkata, "Termasuk dalam ayat ini setiap orang yang membuat perkara baru dalam urusan agama ini dan setiap mubtadi' (pelaku bid'ah)." (Lihat Tanbiih Ulil Abshaar, hal. 76)

Di dalam hadits shahih, Nabi bersabda,

"Barang siapa mendengar (keluarnya) Dajjal maka hendaklah ia menjahuinya sejauh jauhnya, karena akan ada seseorang yang mendatanginya sedang dia mengira dirinya seorang yang beriman, dan keadaannya senantiasa demikian sehingga dia mengikuti Dajjal dikarnakan syubhat-syubhat yang dilihatnya." (Diriwayatkan oleh imam Ahmad, Abu Daud dan selainnya, lihat Shahih Jaami': 6301)

Ibnu Baththah berkata mengomentari hadits ini, "Ini adalah sabda Rasulullah, maka takutlah kepada Allah, wahai kaum muslimin. Janganlah rasa baik sangka terhadap diri sendiri dan pengetahuan tentang mazhab yang benar itu membawa seseorang di antara kamu kepada hal yang membahayakan agamanya dengan berduduk-duduk bersama sebagian pengekor hawa nafsu (dan ahli bid'ah) lalu ia mengatakan, 'Saya duduk bersamanya untuk mendebatnya atau mengeluarkannya dari mazhabnya.' Karena sesungguhnya mereka itu lebih dahsyat fitnahnya dari pada Dajjal dan perkataan mereka itu lebih lengket dari pada penyakit kudis, dan akan lebih cepat membakar hati dari pada api yang berkobar. Sungguh aku telah melihat sekelompok orang yang dahulunya senantiasa melaknati mereka (pengekor hawa nafsu dan bid'ah) dan mencela mereka dalam majelis-majelis mereka dalam rangka menginkari dan membantah (syubhat dan bid'ah) mereka. Namun tatkala mereka senatiasa berduduk santai bersama pengekor hawa nafsu dan bid'ah hingga timbul di dalam hati rasa cinta dan cenderung kepada mereka dikarenakan samarnya tipu daya dan lembutnya kekufuran mereka." (al-Ibaanah 3/470).

Anas radhiallahu anhu pernah didatangi oleh seseorang dan bertanya kepadanya, "Wahai abu Hamzah, aku menjumpai sebuah kaum yang mendustakan syafa'at dan azab kubur." Maka beliau berkata, "Mereka adalah para pendusta, maka janganlah kamu duduk bersama mereka." (Diriwayatkan oleh Ibnu Baththah, 2/448 dan sanadnya la ba'sa bihi).

Ibnu Abbas berkata, "Janganlah kamu duduk bersama pengekor hawa nafsu dan bid'ah dikarenakan hal itu akan menjadikan hatimu sakit." [Isnat-nya shahih, lihat asy-Syarii'ah (atsar no. 55) dan dikeluarkan pula oleh Ibnu Baththah (619) dari jalan al-Ajurri].

Ibnu Jauzi–termasuk pembesar tabi'in­­–berkata, "Sungguh aku bertetangga dengan monyet-monyet dan babi-babi lebih aku sukai dari pada aku bertetangga dengan seseorang dari mereka, yakni ahlul ahwa'." (al-Laalikaa'i: 231 dengan sanad la ba'sa bihi).

Al-Fudhail bin Iyadh berkata, "Janganlah kamu duduk bersama ahli bid'ah karena sesungguhnya aku takut kamu ditimpa laknat."

Pernah ada dua orang dari para pengekor hawa nafsu dan bid'ah masuk ke dalam majelis Muhammad bin Sirin, maka keduanya berkata, "Wahai abu Bakar, maukah kami bacakan untukmu sebuah hadits?" Jawabnya, "tidak." Maka keduanya berkata lagi, "Jika begitu kami bacakan kepadamu sebuah ayat dari kitab Allah." Ia menjawab, "Tidak, pergilah kamu dariku atau aku yang pergi." Maka keduanya keluar. Kemudian sebagian orang bertanya kepadanya, "Wahai Abu Bakar, mengapa anda enggan mendengarkan sebuah ayat dari kitab Allah yang hendak mereka bacakan kepadamu?" Jawabnya, "Sesungguhnya aku takut ia membacakan kepadaku sebuah ayat lalu ia menyelewengkan (makna)nya, sehingga hal itu menghujam di dalam hatiku." (Dikeluarkan oleh ad-Daarimi, 397 dan al-Laalikaa'i dengan sanad yang shahih).

'Abdur Razzaq berkata, telah berkata kepadaku Ibrahim bin Abi Yahya, "Aku melihat orang-orang muktazilah banyak di sekitarmu." Aku jawab, "Benar, mereka mengira bahwa kamu bersama mereka." Ia berkata, "Tidakkah kamu masuk bersamaku ke dalam warung ini hingga aku berbicara denganmu?" Jawabku, "Tidak." Ia bertanya, "Kenapa?" Saya katakan, "Karena hati ini lemah dan (urusan) agama itu bukan bagi orang yang menang." (Diriwayatkan oleh Ibnu Baththah, 401 dan al-Laalikaa'i, 249 dengan sanad yang shahih).

Mubasysyir bin Ismail al-Halabi berkata, pernah dikatakan kepada al-Auza'i, sesungguhnya ada seseorang mengatakan, "Aku duduk bersama ahlus sunnah dan ahli bid'ah." Maka al-Auza'i mengomentari, "Sesungguhnya orang ini hendak menyamakan antara yang haq dan yang bathil." (al-Ibaanah, 2/456).
Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

No comments :


[akhlaq dan nasehat][bleft]
[Fiqih][bleft]

Masjidil Haram Terkini

Masjid Nabawi Terkini