Mendamba Syafaat? Murnikanlah Tauhid!






‏Puji dan syukur kepada Allah Rabb semesta alam, serta shalawat dan salam atas junjungan kita nabi Muhammad shallallahu `alaihi wasallam.

 Allah berfirman di dalam surah An-Naba’ ayat 38:


يَوْمَ يَقُومُ الرُّوحُ وَالْمَلَائِكَةُ صَفًّا لَا يَتَكَلَّمُونَ إِلَّا مَنْ أَذِنَ لَهُ الرَّحْمَنُ وَقَالَ صَوَابًا

Artinya :

“Hari dibangkitkan padanya ruh ,dan para malaikat dalam kondisi tersusun dalam shaf-shaf,  tak ada yang mengeluarkan sepatah kata pun melainkan siapa yang telah mendapatkan izin dari Dzat yang maha penyayang dan hanya bagi mereka yang berkata dengan perkataan yang benar.”


Diriwayatkan dalam tafsir At-Thabari dari Ibnu Abbas, Ikrimah, dan Abu Shaleh, bahwa makna صوابا (perkataan yang benar) pada ayat di atas adalah kalimat tauhid “laa ilaha illallah”. Ini mengingatkan kita akan agungnya kedudukan tauhid, dan begitu pentingnya perkara tauhid, karna ia adalah pondasi kebajikan demi tegaknya amal-amal kebajikan & peribadatan lainnya.


Maka segala bentuk amal kebajikan & peribadatan yang ditunaikan tanpa didasari pondasi yang satu ini, hanyalah kerugian bukanlah kebajikan yang hakiki, karena kedudukan tauhid layaknya akar bagi tumbuhan dan pondasi bagi bangunan, sebagaimana firman-Nya pada Surat Ibrahim ayat 24:

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ

Artinya:

“Tidakkah kamu tahu bagaimana Allah mengumpamakan perkataan yang baik itu layaknya pohon yang tumbuh dengan baik yang mana akarnya menghujam kokoh sedang cabangnya menjulang tinggi di langit.”


Begitu pula kedudukan kalimat tauhid “laa ilaaha illallah” layaknya pondasi yang hanya di atasnya-lah dapat dibangun berbagai amal ibadah lainnya.


Dapat dipahami dari ayat 38 dari Surat An-Naba’ di atas, bahwa pihak yang akan memberikan syafaat (pembelaan) –di antaranya adalah para malaikat- di hari kiamat kelak tidak ada yang mampu berbicara di hadapan Allah untuk megajukan syafaatnya kecuali setelah mendapat izin-Nya, karena firman-Nya:

لَا يَتَكَلَّمُونَ إِلَّا مَنْ أَذِنَ لَهُ الرَّحْمَنُ



“Tidak ada yang berbicara kecuali mereka yang telah mendapatkan izin dari Dzat Yang Maha Penyang.”


Dan tidak akan memperoleh syafaat tersebut kecuali orang yang memiliki modal perkataan yang benar yakni tauhid, karena firman-Nya:

وَقَالَ صَوَابً

“Dan berkata dengan perkataan yang benar (kalimat tauhid)”.



semakna dengan firman Allah dalam Surat An-Najm ayat 26:

وَكَمْ مِنْ مَلَكٍ فِي السَّمَاوَاتِ لَا تُغْنِي شَفَاعَتُهُمْ شَيْئًا إِلَّا مِنْ بَعْدِ أَنْ يَأْذَنَ اللَّهُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَرْضَى

Artinya:

“Dan alangkah banyaknya para malaikat di langit yang syafaat mereka tidak berarti sedikit pun kecuali setelah adanya izin Allah bagi siapa yang Ia hendaki dan ridhai.”



Begitu juga dengan firman-Nya pada Surat Al-Infithar ayat 18:

يَوْمَ لَا تَمْلِكُ نَفْسٌ لِنَفْسٍ شَيْئًا وَالْأَمْرُ يَوْمَئِذٍ ِللَّهِ.

Artinya:

“pada hari itu tidak ada satu jiwa pun, yang mampu memberikan manfaat untuk siapa pun dalam bentuk apa pun, dan segala perkara di hari tersebut berada dalam kuasa Allah.”



Dan seorang sahabat, Abu hurairah -radhiallahu `anhu- pernah bertanya kepada Rasulullah dalam riwayat Al-Imam Al-Bukhari:

Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling bergembira ketika mendapat syafaatmu kelak di hari kiamat?

Rasulullah menjawab:

أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ : لا إِلهَ إِلاَّ اللهُ خَالِصَاً مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ »

“ Kegembiraan terbesar dengan syafaatku di hari kiamat kelak adalah bagi mereka yang mecucapkan laa ilaaha illallah dengan tulus dari hatinya.”



Dari beberapa nukilan ayat dan hadis di atas bisa disimpulkan bahwa syafaat pada hari kiamat kelak tidak akan diperoleh oleh seorang hamba kecuali setelah terpenuhinya 2 syarat :

1.   Izin Allah kepada yang akan memberikan syafaat, baik itu nabi, malaikat atau yang lainnya.

2.   Ridha Allah terhadap hamba yang akan menerima syafaat tersebut, dengan modal pondasi tauhid yang tertanam kuat dalam hatinya.





Kekeliruan dalam Memohon Syafaat


Amat disayangkan, sebagian dari saudara kita se-Islam keliru dalam memahami cara memperoleh syafaat tersebut sehingga mereka terjatuh dalam berbagai ritual yang mereka anggap sebagai sebab syafaat, namun pada hakikatnya hal tersebut adalah perusak pondasi tauhid yang merupakan syarat (mutlak) untuk memperoleh syafaat itu sendiri.


Sebagian saudara kita terlihat langsung memanjatkan doanya kepada mereka yang diharapkan syafaatnya, baik itu kalangan nabi, orang shalih, atau lainnya yang telah wafat. Tanpa mereka sadari, dengan ritual tersebut mereka telah merusak kemurnian tauhid yang merupakan modal utama bagi siapa pun yang mengharapkan syafaat kelak dihari kiamat.

Padahal, Allah telah mengisahkan dan memperingatkan kita (dalam Surat Yunus: 18) akan alasan umat musyrik terdahulu mengapa mereka berdo’a dan beribadah kepada selain-Nya:


وَيَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَٰؤُلَاءِ شُفَعَاؤُنَا عِندَ اللَّهِ

Artinya :

“Dan mereka beribadah kepada selain Allah yang itu semua tidak mampu menimpakan mudharat atau memberikan manfaat apa pun kepada mereka, namun mereka beralasan; kami hanyalah menjadikan sesembahan itu sebagai pemberi syafaat untuk kami di sisi Allah kelak.”



Maka saudaraku seislam, hendaknya kita kembali mengevaluasi, mempelajari, serta memurnikan tauhid yang merupakan modal utama untuk mendapatkan syafaat kelak di hari kiamat, dan hanya meminta syafaat  dari Dzat yang memiliki kuasa tunggal di hari tersebut, yaitu Allah subhanahu wata’ala, tidak pada selainya. Dan juga tidak menggantungkan hati kepada selain Allah subhanahu wata’ala.

 Dan Allah sebagai Dzat yang tak akan mengingkari janjinya telah berfirman dalam Surat Al-Ghafir ayat 60:


وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

Artinya:

“Dan Rabbmu berkata berdoalah kalian kepadaku, niscaya aku akan kabulkan, sesungguhnya orang yang berpaling dari peribadatan kepadaku, akan dimasukkan ke neraka jahannam dalam keadaan hina.”



Ibadah-ibadah Sebagai Sebab Syafaat



Di samping itu, di sana ada beberapa hal yang menjadi sebab seorang hamba memperoleh syafaat di hari kiamat kelak, di antaranya:

-     Membaca Al-Quran, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dari sahabat Abu Umamah :

اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لأَصْحَابِهِ

Artinya:

“Bacalah Al-Quran karna dia akan menjadi pemberi syafaat untuk pembacanya dihari kiamat kelak”. (HR. Muslim/804)



-     Ibadah puasa, sebagaimana Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari sahabat Abdullah bin Amr :

الصِّيَامُ وَالْقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَقُولُ الصِّيَامُ أَيْ رَبِّ مَنَعْتُهُ الطَّعَامَ وَالشَّهَوَاتِ بِالنَّهَارِ فَشَفِّعْنِي فِيهِ وَيَقُولُ الْقُرْآنُ مَنَعْتُهُ النَّوْمَ بِاللَّيْلِ فَشَفِّعْنِي فِيهِ قَالَ فَيُشَفَّعَانِ

Artinya:

 “Al-Quran dan puasa akan memberikan syafaatnya kepada seorang hamba di hari kiamat kelak, puasa berkata: “wahai Rabb aku telah menghalanginya dari makan minum dan berbagai perkara syahwat di siang harinya, maka izinkanlah aku untuk memberikan syafaat kepadanya”, dan Al-Quran berkata: “aku telah mencegahnya dari tidurnya di malam hari, maka izinkanlah aku untuk memberikan syafaat kepadanya, kemudian Allah memperkenankan syafaat keduanya.” (Riwayat Ahmad, dihasankan As-syaikh Al-Albani dalam Shahihut Targhib/984)



-     Membaca do’a setelah adzan, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam dari sahabat, Jabir Bin Abdillah:

 مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ: اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ، وَالصَّلاَةِ القَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الوَسِيلَةَ وَالفَضِيلَةَ، وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِي وَعَدْتَهُ، حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِي يَوْمَ القِيَامَةِ

Artinya:

“Barang siapa yang membaca doa setelah mendengarkan azan Allahumma robba hadzihid da’watit taammah wash sholatil qoo-imah, aati Muhammadanil wasilata wal fadhilah, wab’atshu maqoomam mahmuuda alladzi wa ‘adtah’, maka dia berhak mendapat syafa’atku di hari kiamat kelak.” (Riwayat Al-Bukhari/614)



-       Menetap di kota Madinah hingga wafat, sebagai mana sabda Rasulullah shalllahu `alaihi wasallam dari Ibnu Umar:

 “Siapa yang mampu menetap di Madinah hingga wafat padanya maka hendaknya dia lakukan, karena aku akan memberi syafaat bagi siapa yang wafat dalam padanya.” (Riwayat At-Tirmidzy dan lainya, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahihut Targhib /1193)



-       Bersahabat dengan orang yang beriman, sebagaimana Rasulullah shalallahu `alaihi wasallam bersabda dari sahabat Abu Sa’id Al-Khudri : 


وَإِذَا رَأَوْا أَنَّهُمْ قَدْ نَجَوْا فِي إِخْوَانِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا إِخْوَانُنَا كَانُوا يُصَلُّونَ مَعَنَا وَيَصُومُونَ مَعَنَا وَيَعْمَلُونَ مَعَنَا فَيَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى اذْهَبُوا فَمَنْ وَجَدْتُمْ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالَ دِينَارٍ مِنْ إِيمَانٍ فَأَخْرِجُوهُ

Artinya:

“...Dan ketika sekelompok orang beriman telah terselamatkan dari ancaman neraka, mereka berkata wahai Rabb kami, tolonglah saudara-saudara kami yang dulunya kami sholat, puasa, dan beramal kebaikan bersama, maka Allah berkata: pergilah cari mereka, dan keluarkanlah dari neraka itu siapa saja yang memiliki keimanan sebesar dinar di hatinya...” (Riwayat Al-Bukhari/7439).



Demikian di antara beberapa hal yang mesti dipahami mengenai kebertautan erat antara tauhid dan syafaat, serta beberapa amal ibadah yang dapat menjadi sebab diraihnya syafaat oleh seorang hamba pada hari kiamat kelak. Semoga bermanfaat.



Allahua`lam.




[Disusun oleh, Iqbal Abu Hisyam -hafizhahullah- (Pengajar di Ma`had As-Sunnah Aceh)].
Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

No comments :


[akhlaq dan nasehat][bleft]
[Fiqih][bleft]

Masjidil Haram Terkini

Masjid Nabawi Terkini