Tinjauan Syariat terhadap Uang Kartal
Keputusan ke-enam al-Mujamma’ al-Fiqhi al-Islami pada daurahnya yang kelima di kota Makkah Mukarramah dari tanggal 8 sampai 16 Rabi’ul awal 1402 H.
Segala puji bagi Allâh saja dan semoga
shalwat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi terakhir yang tidak ada nabi
setelahnya Sayyid kita dan Nabi kita Muhammad dan keluarganya serta sahabatnya.
Amma Ba’du,
Sungguh Majlis al-Majma’ al-Fiqhi
al-Islami telah meneliti sebuah riset yang diajukan terkait masalah mata uang
kertas dan hukum-hukum syar’i-nya. Setelah didikusikan diantara anggota majlis
maka diputuskan hal-hal sebagai berikut :
Pertama : Berpijak pada :
•
Bahan awal alat pembayaran (an-naqd)
adalah emas dan perak
•
`Illat (sebab hukum-pent) berlakunya
hukum riba pada emas dan perak adalah tsamaniyah (standar alat pembayaran)
menurut pendapat yang paling shahih di kalangan para pakar ilmu fikih
•
Kriteria tsamaniyah ini menurut fuqaha
tidak hanya terbatas pada emas dan perak sekalipun asalnya materi adalah emas
dan perak
•
Mata uang kertas telah menjadi sebuah
alat pembayaran yang memiliki harga dan berperan layaknya emas dan perak dalam
penggunaannya. Uang kertas telah menjadi standar ukuran nilai barang-barang di
zaman ini, karena penggunaan emas dan perak (sebagai alat tukar) tidak lagi nampak
dalam interaksi, dan jiwa masyarakat merasa tenang dengan menganggapnya sebagai
alat tukar (Tamawwul) dan menyimpannya. Penunaian pembayaran yang sah terwujud
dengannya dalam skala umum. Sekalipun nilainya bukan pada dzatnya, akan tetapi
karena faktor luar, yaitu terwujudnya kepercayaan masyarakat terhadapnya
sebagai sarana pembayaran dan pertukaran. Inilah titik pertimbangan kuat bagi
sisi tsamaniyah padanya.
•
Kesimpulan tentang illat berlakunya
hukum riba pada emas dan perak adalah tsamaniyah dan illat ini juga terwujud
pada uang kertas.
Dengan pertimbangan-pertimbangan di atas
seluruhnya, Majlis al-Mujamma’ al-Fiqhi al-Islami menetapkan bahwa mata uang
kertas merupakan alat pembayaran yang berdiri sendiri dan mengambil hukum emas
dan perak, sehingga zakat menjadi wajib padanya dan dua jenis riba, fadhl dan
nasa'i berlaku pada uang kertas ini, sebagaimana hal itu berlaku pada mata uang
emas dan perak secara sempurna dengan mempertimbangkan kriteria tsamaniyah pada
mata uang kertas, sehingga ia diqiyaskan kepada emas dan perak. Dengan demikian
mata uang kertas mengambil hukum-hukum uang emas dan perak (Nuquud) dalam
segala konsekwensi yang telah ditetapkan syariat.
Kedua : Uang kertas dianggap sebagai
alat bayar independen sebagaimana fungsi emas, perak dan benda-benda berharga
lainnya. Demikian juga uang kertas diklasifikasikan sebagai jenis-jenis yang
berbeda-beda dan beraneka-ragam sesuai dengan pihak penerbitnya di
negara-negara yang berbeda-beda pula. Artinya uang kertas Saudi Arabia adalah
satu jenis dan uang kertas Amerika adalah satu jenis. Begitulah setiap uang
kertas adalah satu jenis independen secara dzatnya. Dengan demikian hukum riba
dengan kedua macamnya riba fadhl dan riba nasi`ah berlaku padanya, sebagaimana
kedua riba ini berlaku pada emas dan perak serta barang berharga lainnya.
Semua ini berkonsekuensi sebagai
berikut:
1.
Tidak boleh menjual mata uang sebagian
dengan sebagian yang lain atau dengan mata uang yang berbeda dari jenis-jenis
alat pembayaran lainnya berupa emas atau perak atau selain keduanya secara
nasi`ah (tunda) secara mutlak, tidak boleh misalnya menjual sepuluh riyal Saudi
dengan mata uang lain dengan selisih harga secara tunda tanpa serah terima
secara kontan.
2.
Tidak boleh menjual satu jenis mata uang
dengan jenisnya sendiri di mana salah satunya lebih banyak dari yang lain, baik
hal itu dilakukan secara kontan maupun tunda. Tidak boleh –sebagai contoh-
menjual sepuluh riyal Saudi kertas dengan sebelas riyal Saudi kertas secara
kontan maupun tunda.
3.
Boleh menjual satu jenis mata uang
dengan jenis lain yang berbeda bila hal itu dilakukan secara kontan.
Diperbolehkan menjual Lira Suriah atau Lebanon dengan riyal Saudi, baik berupa
uang kertas atau perak dalam jumlah yang sama atau lebih murah atau lebih
tinggi. Juga diperbolehkan menjual dolar Amerika dengan tiga riyal Saudi atau
lebih rendah dari itu atau lebih tinggi bila hal itu terjadi secara kontan.
Seperti ini juga pembolehan menjual riyal Saudi perak dengan tiga riyal Saudi
kertas atau kurang atau lebih tingi dari itu, bila hal itu dilakukan secara
kontan. Karena dalam kasus ini dianggap menjual satu jenis mata uang dengan
jenis yang lain, sekedar kesamaan nama tidak berpengaruh karena hakikat
keduanya tidak sama.
Ketiga : Kewajiban zakat pada uang
kertas bila nilainya sudah mencapai nishab terendah dari nishab emas atau perak
atau nishabnya terwujud dengan menggabungkannya dengan harta berharga lainnya
dan harga barang yang disiapkan untuk diperdagangkan.
Keempat : Boleh menjadikan mata uang
kertas sebagai modal dalam jual beli salam dan serikat kerja sama.
Wallahu a’lam dan taufik hanya dari-Nya.
Shalawat dan salam kepada Sayyidina Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.
Keputusan ini ditanda tangani oleh :
Abdullah bin Humaid sebagai ketua Majlis
al-Majma’ al-Fiqhi al-Islami (izin karena sakit).
Muhammad Ali al-harakaan sebagai Wakil
ketua majlis.
Abdulaziz bin Abdillah bin Bâz sebagai
Anggota
Muhammad Mahmûd ash-Shawaf
Shâlih bin Utsaimin
Muhamad bin Abdillah as-Sabîl
Mabrûk al-‘Awaadi
Mushthafa Ahmad Zarqâ
Abdulqadus al-Hâsyimi (Tidak bisa Hadir)
Muhammad asy-Syaazalian-Naifar
Muhammad Rasyidi
Abulhasan Ali al-Hasani an-Nadwi (tidak
bisa hadir)
Abu Bakar Mahmûd Juumi
Husnayain Muhammad Makhlûf
Muhammad Rasyid Qubbani
Muhammad Syeit Khaththâb
Muhmmad Sâlim ‘Adud
Muhammad Abdurrahin al-Khhalid.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi
12/Tahun XV/1433H/2012M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl.
Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
Post A Comment
No comments :