Bekal untuk Umat Islam Menjelang Tahun Baru Imlek








بسم الله الرحمن الرحيم،

الحمد لله والصلاة و السلام أشرف الأنبياء و المرسلين و آله و صحبه أجمعين،

أما بعد:

Sekilas mengenai tahun baru imlek. Ia merupakan perayaan terpenting bagi orang Tionghoa. Perayaan tahun baru imlek dimulai di hari pertama bulan pertama (penanggalan Tionghoa) dan berakhir dengan Cap Go Meh di tanggal ke lima belas (pada saat bulan purnama).

Malam tahun baru imlek dikenal sebagai Chuxi yang berarti “malam pergantian tahun”. Biasanya dirayakan dengan menyulut kembang api. Di Indonesia pada tahun 1965 hingga 1998 perayaan tahun baru imlek dilarang dirayakan di depan umum. Dengan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967. Rezim Orde Baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, melarang segala hal yang berbau Tionghoa, di antaranya imlek.


Masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia kembali mendapatkan kebebasan merayakan tahun baru Imlek pada tahun 2000 ketika Presiden Abdurrahman Wahid mencabut Inpres Nomor 14/1967. Kemudian Presiden Megawati Soekarno putri menindaklanjutinya dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 19/2002 tertanggal 9 April 2002 yang meresmikan imlek sebagai hari libur nasional. Mulai 2003, Imlek resmi dinyatakan sebagai salah satu hari libur nasional.

Adapun Islam, tidak membenarkan umatnya merayakan suatu hari dalam setahun selain Hari Raya 'Idul Fitri dan 'Idul Adha. Dan bersamaan dengan itu, dilarang keras pula bagi kaum muslimin untuk ikut serta dalam perayaan hari raya non-muslim.

Allah Ta' ala berfirman:

{و الَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ و إِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا}

 [الفرقان : 72]


Artinya :

"Dan mereka(Hamba2 Arrahman)  tidak akan menyaksikan azh zhuur dan apabila mereka melewati perbuat sia-sia,  Maka mereka melewati nya dengan penuh kemuliaan" [QS. Al-Furqan:72]

Tentang tafsir ayat di atas telah diterangkan oleh ulama salaf dari kalangan tabi'in (murid para Shahabat) dan yang datang setelah mereka, bahwa yang dimaksud dengan "الزور" (azh-zhuur)  adalah hari raya orang-orang kafir.


قال أبو العالية ، و طاوس، و محمد بن سيرين، ، و الضحاك، و الربيع بن أنس ، و غيرهم : "هي أعيادُ المشركين"


"Berkata Abul 'Aliyah,  Thawus,  Muhammad bin Sirin,  Dhahhak,  Robi' bin Anas,  dan selain mereka:

"Maksudnya (الزور) adalah hari raya-hari raya orang-orang Kafir"

[Lihat Tafsir Ibnu Katsir pada ayat di atas]

Dari Shahabat Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, bahwa suatu ketika Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam memasuki Madinah dan saat itu masyarakat Madinah merayakan dua hari raya. Maka Nabi pun Bersabda:

"ما هذان اليومان؟"

 قالوا: كنا نلعب فيهما في الجاهلية، فقال رسول الله :

  إن الله قد أبدلكم بهما خيراً منهما: يوم الأضحى، ويوم الفطر"

"Dua hari apa  yang kalian rayakan ini? "

Mereka menjawab:

"Ini adalah dua hari yang kami rayakan dahulu di masa Jahiliyah"

Maka Nabi pun bersabda:

"Sesungguhnya Allah telah menggantikannya dengan hari raya yang lebih baik, yaitu Hari Raya 'Idul Adha dan 'Idul Fitri"

[HR. Imam Abu Daud,  dishahihkan Syaikh Al-Bani dalam Shahih Abi Dawud, no:1004]

Sangatlah jelas dari hadits di atas bahwa Nabi kita melarang Umatnya merayakan satu hari selain idul fitri dan idul adha.

Mengikuti orang-orang kafir dalam hari raya mereka merupakan bentuk penyerupaan dengan mereka.

Nabi kita telah bersabda:

" من تشبه بقوم فهو منهم"

Artinya:

"Barangsiapa yang menyerupai suatu Kaum,  maka dia bagian dari mereka".

[HR. Imam Abu daud dari Abdullah bin 'Umar,  dishahihkan Syaikh Al-Bani dalam Al-irwa']


'Umar bin Khatthab -رضي الله عنه- juga telah berkata:


"إجتنبوا أعداء الله في عيدهم"

"Jauhilah oleh kalian musuh-musuh Allah (orang-orang kafir) pada hari-hari raya mereka" [Diriwayatkan Imam Bukhari dalam shahihnya]

Dan dalam Sunan Imam Baihaqi ada tambahan kalimat:

"فإن السَّخْطَةَ تنزل عليهم"

"Karena kemurkaan Allah turun kepada Mereka"


Saudara saudariku yang dimuliakan Allah, betapa telah engkau mengilmui aturan dalam agamamu ini dalam masalah tersebut,  maka indahkanlah aturan Allah dan Rasul-Nya jika engkau seorang Mukmin yang sejati.

Allah berfirman :

"ثم جعلناك على شريعة من الأمر فاتبعها ولا تتبع أهواء الذين لا يعلمون"


"Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui".  [QS. Al-Jatsiyah :18]

Dan Allah Ta'ala juga berfirman:

"إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَن يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ"

 [النور : 51]

Artinya:

"Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka diseru kepada Allah dan rasul-Nya, agar rasul menghukum (mengadili) diantara mereka ialah ucapan. "Kami mendengar, dan kami patuh". Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung" [QS. An-Nur :51].


Sesungguhnya, kehidupan kita di Bumi Allah ini senantiasa akan berhadapan dengan perintah dan larangan Allah serta Rasul-Nya.


Allah berfirman:

"أَيَحْسَبُ الْإِنسَانُ أَن يُتْرَكَ سُدًى"

"Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja" [QS. Al-Qiyamah: 36]

Berkata Abdurrahman bin Zaid bin Aslam, Imam Mujahid, dan Imam Syafi'i dalam menjelaskan tafsir ayat di atas:

"يعني لا يؤمر ولا ينهى "

"Yaitu (apakah) mereka tidak berhadapan dengan perintah dan larangan?"


Penulis:

Al-Ustadz Farhan Bin Ramli Bin Ahmad - حفظه الله -.

Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

No comments :


[akhlaq dan nasehat][bleft]
[Fiqih][bleft]

Masjidil Haram Terkini

Masjid Nabawi Terkini